REPUBLIKA.CO.ID, Assalamualaikum wr wb.
Banyak kontroversi soal hukum sikat gigi kala menjalani ibadah puasa. Sebenarnya, bagaimana hukumnya, Ustaz?
Farida-Surabaya
Walaikumussalam wr wb.
Para ulama fikih menyatakan, seorang yang berpuasa dibolehkan untuk membersihkan mulut dan gigi dengan siwak, baik yang kering maupun yang basah pada pagi hari maupun siang.
Pendapat ini dikemukakan oleh Umar bin Khattab, Ibnu Abbas, Aisyah RA, Abu Hanifah, Malik, dan lainnya (Al-Majmu’, 6/378).
Seorang Sahabat, Amir bin Rabiah, sering melihat Nabi bersiwak ketika puasa beberapa kali, sampai tidak terhitung.
Hadis Nabi yang menyatakan, “Kalaulah aku tidak ingin menyulitkan umatku maka aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap kali wudhu.” Tidak membedakan antara yang puasa dan yang tidak, sehingga berlaku pula bagi yang sedang puasa. (Taghliq al-Ta`liq, 2/14).
Sebagian ulama sangat menganjurkan pada pagi hari setelah bangun tidur untuk menghilangkan bau yang tidak sedap. Imam Syafi’i menganggap makruh bersiwak pada siang hari, setelah matahari tergelincir (ba`da zawal, masuk waktu Zhuhur) bagi yang berpuasa.
Sebab, dalam satu hadis dinyatakan, “Bau mulut orang yang berpuasa itu lebih baik di sisi Allah daripada misik (sejenis minyak wangi).” (HR Ahmad dan Baihaqi).
Hadis ini tentu sangat baik, terutama bila bau mulut itu tidak sampai mengganggu orang lain. Bagi yang kesehariannya pada Ramadhan berinteraksi dengan banyak orang, dibolehkan untuk membersihkan mulut walaupun ba`da zawal agar tidak menimbulkan bau tidak sedap yang berakibat mengganggu kenyamananan orang lain.
Dalam kaidah fikih disebutkan, menghilangkan mafsadah (kerusakan/mudarat) itu lebih didahulukan daripada mendatangkan kemaslahatan.
Mudarat dalam hal ini adalah mengganggu kenyamanan orang lain dengan bau yang tidak sedap dan kemaslahatan dimaksud adalah membiarkan mulut bau agar dipandang lebih baik di sisi Allah seperti dalam hadis.
Membersihkan mulut bisa dilakukan, antara lain, dengan menggunakan sikat dan pasta gigi, dengan syarat, selesai menggosok gigi, mulut dibersihkan dengan sebersih-bersihnya agar pasta gigi tidak ada yang tersisa, sehingga tidak ada yang tertelan.
Jika pasta gigi itu masih menyisakan bau dan rasa, maka tidak apa-apa hukumnya selama pasta gigi tersebut sudah hilang.
Ibnu Sirin pernah berkata, “Tidak apa-apa menggunakan siwak yang lembut dan basah.” Ketika ada yang menyanggah bahwa itu memiliki rasa, ia pun berkata, “Air pun memiliki rasa, tapi Anda dibolehkan berkumur-kumur dengannya.” (Al-Mughni, 3/36).
Wallahua`lam bish shawab.
Dr M Muchlis Hanafi MA