REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Ratusan warga, Jumat (19/7) sore, mengikuti doa bersama memperingati seribu hari meninggalnya juru kunci Gunung Merapi, Ki Surakso Hargo atau Mbah Maridjan dan para korban erupsi pada 2010 lalu.
Ratusan warga tersebut bukan hanya datang dari wilayah lereng Gunung Merapi di Dusun Kinahrejo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, namun juga para simpatisan, relawan dan Tagana. Mereka memadati area petilasan atau bekas rumah Mbah Maridjan sekitar lima kilometer dari puncak Gunung Merapi.
Pada erupsi Gunung Merapi 26 Oktober 2010, 'Wedus Gembel' atau awan panas menerjang kediaman Juru Kunci Merapi tersebut.
Keesokan harinya 27 Oktober 2010 tim SAR yang menyisir wilayah Kinahrejo dan menemukan pria kelahiran 1927 itu telah tiada bersama dengan 16 warga.
"Beliau Alm Mbah Maridjan merupakan sosok yang baik, artinya sederhana , ramah dan tulus hati," kata salah satu tamu doa bersama Irwan Hidayat.
Menurut Direktur Utama PT Sidomuncul ini, saat masih hidup semua orang yang datang ke rumahnya entah pejabat, pengusaha ataupun orang biasa diterima dengan tangan terbuka tanpa memandang status dan harta. "Kesetiaan dan ketulusanya menjalankan tugas yang diamanatkan kepadanya oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX, sungguh sangat luar biasa. Meski nyawa taruhanya beliau tetap menjalan tanggungjawabnya, hingga gugur dalam menjalankan amanat itu," katanya.
Di lokasi ini pula Redaktur Vivanews, Yuniawan dan relawan PMI Bantul Tutur juga ditemukan meninggal dunia akibat terjangan awan panas.
Juru Kunci Merapi Kliwon Surakso Asihono yang juga putra Almarhum Mbah Maridjan mengaku sangat berterima kasih atas kepercayaan menggunakan sosok ayahnya untuk masih eksis menjadi bintang iklan meski beliau telah wafat. "Kalau melihat iklan itu seakan-akan bapak kami hadir kembali," katanya.
Agus Wiyarto kerabat dekat almarhum Mbah Maridjan yang juga pernah mengantarkan almarhum almarhum Yuniawan bertemu Mbah Maridjan mengaku, pertemuan dengan Wawan merupakan pertama dan terakhir. Agus mengaku masih teringat ketika ia memaksa Wawan untuk turun dari rumah Mbah Maridjan agar tidak menjadi korban awan panas.
"Saat itu almarhum tak bersedia turun, namun saya tarik dan naik mobil turun ke bawah. Saat itu juga almarhum bilang ingin bersama Mbah Maridjan," kisahnya.