REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi X DPR, Ahmad Zainuddin, mengecam pelaksanaan Masa Orientasi Siswa (MOS) yang mengakibatkan meninggalnya peserta dalam mengikuti rangkaian acara awal tahun ajaran tersebut. Sekolah dianggap bertanggung jawab jika terjadi peristiwa tindak kekerasan, apalagi jika terjadi penyiksaan yang mengakibatkan kematian pada peserta MOS.
Kekerasan dalam MOS, ujar Zainuddin, terjadi karena sekolah lalai dengan membiarkan pelaksanaan kegiatan MOS sepenuhnya dilakukan oleh siswa senior tanpa ada pengawasan dari sekolah. Siswi baru SMKN 1 Pandak Bantul, Anindya Ayu Puspita, dikabarkan meninggal saat mengikuti kegiatan MOS pada Jumat (19/7) lalu. Sebenarnya korban kekerasan dalam MOS ini sudah banyak.
Peristiwa semacam ini, kata Zainuddin, seharusnya menjadi perhatian serius dan dihapuskan sejak lama. "Kemendikbud ikut bertanggung jawab dengan adanya kajadian ini. Tidak ada alasan pemerintah untuk melanjutkan program MOS ini karena pendekatan yang digunakan selama ini adalah perpoloncoan, bukan lagi sebagai wadah orientasi siswa," katanya.
Jika pemerintah tetap menginginkan MOS dilaksanakan, ujar Zainuddin, pola pelaksanaan dan pendekatan MOS diubah. Sebab selama ini dalam MOS, senioritas dan perploncoan sangat jauh dari upaya mewujudkan pendidikan karakter.
"MOS tahun ini bertepatan dengan bulan ramadhan, maka seharusnya pendekatan keimanan jauh lebih efektif untuk diterapkan pada siswa. Pemerintah dan sekolah harus tegas dalam menerapkan aturan dan pengawasan MOS agar tindak kekerasan tidak terjadi lagi," kata Zainuddin.
Jika terdapat tindak pidana dalam pelaksanaan MOS, lanjut Zainuddin, maka pihak kepolisian harus bertindak tegas dalam mengusut kasus tersebut sesuai aturan hukum yang berlaku.