REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penasihat hukum Inspektur Jenderal Djoko Susilo menghadirkan saksi meringankan bagi kliennya. Salah satu saksi itu adalah Staf Administrasi Urusan Keuangan Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri, Mohammad Sadrah Saripuddin.
Dalam keterangannya di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (23/7), Sadrah mengungkapkan keterlibatannya dalam pengadaan simulator SIM Roda Dua (R2) dan Roda Empat (R4). Ia mengatakan, ada pemalsuan tanda tangan Djoko Susilo yang saat itu menjadi Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dalam dokumen persyaratan pencairan dana.
Ia menyebut pemalsuan itu dilakukan Kepala Urusan Keuangan yang merangkap Bendahara Satuan Kerja Korlantas, Kompol Legimo. "Katanya percepatan. Harusnya ke Pak Djoko dulu," kata dia. Sadrah bertugas sebagai kurir pengantar Surat Perintah Membayar (SPM).
Ia mengatakan, berkas itu masuk kepala urusan verifikasi. Setelah itu berkas bagian operator SPM dan baru diterima Sadrah. Ia kemudian memberikan berkas itu pada Legimo. Berkas itu seharusnya sampai ke tangan Djoko sebagai KPA untuk ditandatangani. Namun, dalam pengadaan simulator SIM R2 dan R4, Sadrah melihat ada yang berbeda.
Sadrah mengatakan, berkas-berkas yang diperlukan untuk mencairkan dana ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) ditandatangani Legimo. Padahal, ia mengatakan, seharusnya ditantangani Djoko selaku KPA. Selain SPM, dokumen yang ditandatangani Legimo, yaitu Surat Perintah Membayar Langsung (SPMLs), Maksimum Pembayaran, dan pajak.
Menurut Sadrah, tanda tangan Didik Purnomo selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam resume kontrak juga dipalsukan. "Saya nanya nanti ada masalah tidak, dijawab (Legimo) itu urusan saya," ujar Sadrah.
Djoko membantah telah menandatangani surat perintah pembayaran. Setelah mendengar keterangan dari Sadrah, mantan Kepala Korlantas Polri itu menegaskannya. "Memang betul kami tidak menandatangani waktu simulator itu," kata jenderal bintang dua itu.