Rabu 24 Jul 2013 06:39 WIB

Ulama Madura Dukung Pengembalian Pengungsi ke Sampang

Ribuan ulama dan santri se-Madura, melakukan istighasah dalam menyikapi pengungsi Syiah, di Sampang, Jatim, Kamis (20/6).
Foto: Antara/Saiful Bahri
Ribuan ulama dan santri se-Madura, melakukan istighasah dalam menyikapi pengungsi Syiah, di Sampang, Jatim, Kamis (20/6).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Para ulama yang tergabung dalam Badan Silaturahmi Ulama se-Madura (Bassra) dari empat kabupaten mendukung rencana pemerintah untuk melakukan pengembalian pengungsi komunitas Syiah di Jemundo, Sidoarjo, ke kampung halamannya di Sampang.

"Kami siap menerima mereka kembali ke Sampang, tapi syaratnya mereka harus mematuhi vonis pengadilan yang inkracht hingga banding ke tingkat MA, yakni kasus Tajul Muluk itu penodaan agama," kata ulama Bassra Sampang KH Jakfar Shodiq di Surabaya, Selasa (23/7) malam.

Ia mengemukakan hal itu dalam pertemuan rekonsiliasi di Rektorat IAIN Sunan Ampel Surabaya yang dihadiri Menpera Djan Faridz, Gubernur Jatim Soekarwo, Wakapolda Jatim, Ketua MUI Jatim, Ketua PWNU Jatim, ABI, IJABI, Iklil (komunitas Syiah Sampang), dan sebagainya.

Dalam pertemuan rekonsiliasi yang dipandu Rektor IAIN Sunan Ampel Surabaya, Prof Abd A'la itu, ia menjelaskan para ulama Madura memberikan solusi bahwa penodaan agama itu dapat diselesaikan dengan taubat di hadapan para ulama dan menandatangani perjanjian taubat.

"Buktinya, kami sudah menerima lima KK (kepala keluarga) dari komunitas mereka yang bertaubat dan kini tidak ada masalah lagi, karena itu kami siap menerima mereka dengan cara yang sama. Kalau berdebat tidak akan tuntas, semuanya harus mengacu hukum," katanya.

Menurut dia, Indonesia merupakan negara hukum, karena itu kasus Tajul Muluk harus kembali kepada keputusan hukum yang sudah "inkracht" (berkekuatan hukum tetap/final), kemudian diselesaikan melalui proses rehabilitasi lewat taubat dan jaminan tidak melanggar. "Kami bukan tidak menghargai kebebasan keyakinan, karena kebebasan keyakinan itu berbeda dengan penodaan agama," katanya.

Dalam kesempatan itu, peserta pertemuan dari Ahlul Bait Indonesia (ABI) Jatim, Ikatan Jamaah Ahlul Bait Indonesia (IJABI) Jatim, dan PWNU Jatim juga mendukung rencana rekonsiliasi itu. "Kami siap mendukung rekonsiliasi dengan dialog dan silaturrahmi, jangan sampai ada paksaan. Kalau paksaan itu tidak akan melahirkan perubahan, tapi ubah dengan pencerahan," kata Zahid dari ABI Jatim.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement