REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah menandatangani Undang-Undang 17/2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan pada 22 Juli.
Dalam UU tersebut Ormas dilarang melakukan tindakan permusuhan terhadap suku, agama, ras, atau golongan; melakukan penyalahgunaan, penistaan, atau penodaan terhadap agama yang dianut di Indonesia; melakukan kegiatan sparatis.
Dalam UU tersebut pula disebut Ormas dilarang melakukan tindakan kekerasan, mengganggu ketentraman dan ketertiban umum, merusak fasilitas umum dan fasilitas sosial; atau melakukan kegiatan yang menjadi tugas dan wewenang penegak hukum.
“Ormas dilarang mengumpulkan dana untuk partai politik, dan menganut, mengembangkan, serta menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila,” bunyi Pasal 59 Ayat (3b dan 4).
Pemerintah atau pemerintah daerah bisa menjatuhkan sanksi administratif kepada Ormas yang melanggar ketentuan mengenai larangan.
Sanksi tersebut terdiri atas peringatan tertulis, penghentian bantuan dan/atau hibah, penghentian sementara kegiatan, serta pencabutan surat keterangan terdaftar atau pencabutan status badan hukum.
“Dalam hal penjatuhan sanksi penghentian sementara kegiatan terhadap Ormas lingkup nasional, Pemerintah wajib meminta pertimbangan hukum dari Mahkamah Agung,” bunyi Pasal 65 Ayat (1) UU tersebut.
Dalam hal Ormas berbadan hukum tidak mematuhi sanksi penghentian kegiatan sementara, pemerintah menjatuhkan sanksi pencabutan status badan hukum.
“Sanksi pencabutan badan hukum dijatuhkan setelah adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap mengenai pembubaran Ormas berbadan hukum,” bunyi Pasal 68 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013.