Ahad 28 Jul 2013 21:48 WIB

Sejarawan Harvard: Penjelajah Bumi Pertama adalah Putera Melayu

Sejarawan dan Profesor di Universitas Harvard, Dr. Joyce E. Chaplin
Foto: VOA
Sejarawan dan Profesor di Universitas Harvard, Dr. Joyce E. Chaplin

REPUBLIKA.CO.ID,WASHINGTON, — Hasrat dan upaya orang untuk menaklukkan bumi tak pernah henti, mulai dari  putera Maroko, Ibnu Battuta, hingga Laksamana Zenghe dari Cina pada abad ke-14; dari  penjelajah Portugal, Ferdinand Magellan, pada abad ke-16, hingga Laura Dekker, pelaut remaja puteri Belanda pada abad ke-21 ini. sejarawan dari Harvard Dr Joyce E Chaplin berkisah lebih jauh tentang pengembaraan  ini.

Novel karya pengarang Prancis Jules Gabriel Verne berjudul “Keliling Dunia Dalam Waktu 80 Hari,”  yang terbit tahun 1873, telah mengilhami Dr Joyce  Chaplin, untuk menulis bukunya yang berjudul “Round About the Earth: Circumnavigation from Magellan to Orbit,” yang berarti “Mengitari Bumi: Penjelajahan dari Magellan hingga Mengorbit.”

Menurut Chaplin, novel Jules Verne itu sempat diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, bahkan pada masa hidupnya, termasuk bahasa Arab dan bahasa Persia, sehingga menjadi karya sastera dunia.

Masa 250 tahun pertama  usaha manusia untuk mengitari bumi, 90 persen  gagal, ungkap Chaplin. Kebanyakan penjelajah menemui ajal mereka. Bumi  terkesan terlalu besar untuk dapat ditaklukkan. Berbagai tantangan muncul, di antaranya penyakit. Hanya segelintir  yang berhasil kembali ke tempat asal mereka.

“Sebenarnya, mungkin orang pertama yang berkeliling dunia adalah seorang pria Muslim, seorang budak yang hanya kita ketahui bernama Enrique de Malacca, milik Ferdinand Magellan, yang diperolehnya selama perang di Malaka. Magellan membawanya dari Spanyol, berharap Enrique bertindak sebagai penerjemah dan pemandu di beberapa wilayah tertentu di Asia,” ungkap Dr Chaplin.

Sampul buku karangan Dr Joyce E Chaplin: Round About the Earth: Circumnavigation from Magellan to Orbit atau 'Mengitari Bumi: Penjelajahan dari Magellan hingga Mengorbit'.

Enrique de Malacca, nama yang diberikan tuannya Ferdinand Magellan ini, dikenal di kawasan Nusantara masa itu sebagai Panglima Awang, yang disebut-sebut berasal dari Sumatera atau Malaka. Enrique menyertai Magellan dalam semua penjelajahannya, termasuk pelayaran dari tahun 1519 hingga 1521, yang didanai Raja Spanyol, untuk mencari rempah-rempah.

Magellan meninggalkan Spanyol dengan konvoi lima kapal dan 270 kelasi, namun hanya satu kapal dan 35 pelaut yang berhasil kembali ke Spanyol. Magellan sendiri terbunuh di Filipina, sementara Enrique de Malacca alias Panglima Awang ini, akhirnya berhasil mencapai kembali tanah Malaka, melengkapi lingkar kembaranya.

Jelajah bumi di kemudian hari menjadi lebih mudah diarungi, ujar Chaplin: “Menjelang abad 19, perjalanan menjelajah dunia lebih mudah. Kapal uap, Terusan Suez, dan segala fasilitas yang membantu,   menyebabkan orang bepergian dengan rasa aman. Terdapat persepsi baru bahwa orang biasa dapat melakukannya.”

Jelajah bumi terasa lebih aman masa itu, jelas Chaplin, karena imperialisme Barat, seperti Inggris, Belanda, Prancis, Portugal dan Spanyol, mendirikan koloni di berbagai teritori di seluruh dunia sebagai penyedia fasilitas.

sumber : VOA
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement