Senin 29 Jul 2013 07:05 WIB

Menyelesaikan Sengketa Pajak Tanpa Suap

Pajak
Foto: Ditjen Pajak
Pajak

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Robert, seorang karyawan di sebuah perusahaan swasta merasa resah. Masih terngiang di benaknya perdebatan dengan pemeriksa pajak saat melakukan pembahasan akhir hasil pemeriksaan siang tadi. Ya, perusahaannya diperiksa laporan pajaknya sebagai bagian pengujian kepatuhan perpajakan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat perusahaannya terdaftar. Sebagai seorang akunting senior, Robert merasa telah melakukan penghitungan pajak perusahaannya dengan benar. Namun, pemeriksa pajak rupanya berpendapat lain terhadap hasil perhitungannya.

Dari hasil temuan pemeriksa pajak, disimpulkan bahwa perusahaannya salah memahami dan menerapkan peraturan perpajakan terkait transaksinya dengan beberapa pelanggan. Terbayang dalam benaknya, bahwa nantinya perusahaan harus membayar tambahan pajak, dan mungkin disertai dengan denda. Lebih jauh, Robert membayangkan betapa bosnya akan menimpakan seluruh kesalahan tersebut kepadanya. Sejenak, terpikir olehnya untuk melakukan negoisasi dengan pemeriksa pajak guna mengubah temuan dalam pemeriksaannya. Namun, dengan adanya berbagai berita penangkapan suap pajak oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Robert mengurungkan niatnya.

Dalam kekalutannya, Robert menelepon Kring Pajak 500200 untuk sekedar ‘curhat’ atas permasalahan yang dihadapinya. Betapa terkejutnya Robert mendengarkan penjelasan sang agen bahwa perusahaannya masih memiliki banyak cara untuk mengatasi permasalahan tersebut. Sang agen menjelaskan bahwa perusahaannya dapat mengajukan keberatan ke KPP, dan jika masih belum puas dengan hasilnya, masih dapat mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Tak lupa, sang agen menjelaskan tatacara pengajuan keberatan dan banding sedemikian detilnya sehingga Robert mendapatkan gambaran yang jelas mengenai proses keberatan dan banding.

Sistem perpajakan Indonesia menganut prinsip self assessment, memberikan keleluasaan kepada Wajib Pajak untuk menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Tugas pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak, hanyalah menyediakan  sarana dan prasarana untuk melakukan penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajaknya. Akan tetapi dengan kepercayaan yang sebegitu besar kepada Wajib Pajak, Ditjen Pajak memiliki kewenangan untuk menguji kepatuhannya.

Pemeriksaan pajak merupakan salah satu instrumen yang digunakan untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak guna memastikan bahwa penghitungan, pembayaran dan pelaporan pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak telah sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku. Kewenangan ini diatur dengan Undang-undang beserta aturan pelaksanaannya, sehingga pemeriksaan pajak tidak dapat dilakukan dengan serampangan. Pemeriksaan pajak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan hanya Wajib Pajak tertentu yang dapat diperiksa. Selanjutnya, ketentuan perpajakan mengatur agar hak dan kewajiban Wajib Pajak pada saat diperiksa dapat terpenuhi.

Hasil akhir dari pemeriksaan pajak adalah Surat Ketetapan Pajak (SKP). Sebelum SKP diterbitkan, Wajib Pajak mendapat kesempatan untuk melakukan pembahasan akhir bersama pemeriksa pajak atas temuan yang didapat. Dalam pembahasan akhir, Wajib Pajak dapat menyanggah maupun memberikan bukti-bukti tambahan terkait temuan pemeriksa pajak. Bahkan jika Wajib Pajak masih merasa tidak puas, SKP akan diterbitkan dengan mencantumkan jumlah pajak yang disetujui oleh Wajib Pajak. Nah, atas jumlah pajak sisanya (yang belum disetujui oleh Wajib Pajak), disebut sebagai sengketa (dispute) pajak.

Atas SKP yang telah diterbitkan, Wajib Pajak dapat mengajukan keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui KPP tempatnya terdaftar. Atas permohonan keberatan tersebut, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan yang dapat menolak, mengabulkan sebagian maupun mengabulkan seluruh permohonan Wajib Pajak. Ketika putusan keberatan masih belum memuaskan Wajib Pajak, yang bersangkutan masih memiliki kesempatan dengan mengajukan banding ke Pengadilan Pajak. Berbeda dengan putusan keberatan, putusan banding di Pengadilan Pajak diputuskan oleh hakim independen di bawah pembinaan langsung dari Mahkamah Agung.

Putusan banding di Pengadilan Pajak bersifat final, artinya tidak ada kesempatan untuk melakukan kasasi ke Mahkamah Agung. Namun demikian, jika para pihak yang bersengketa, Wajib Pajak maupun Ditjen Pajak masih belum puas atas putusan tersebut, masih dapat dilakukan upaya hukum luar biasa berupa peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Pengadilan Pajak memiliki tempat kedudukan di ibukota Negara yakni DKI Jakarta, dan sidang atas upaya banding juga dilakukan di kota ini. Namun demikian, guna memberikan kesempatan lebih banyak lagi Wajib Pajak untuk memperoleh keadilan atas sengketa pajak, saat ini Pengadilan Pajak telah memperluas tempat sidangnya.

Sejumlah kota besar saat ini telah memiliki tempat sidang untuk upaya banding di Pengadilan Pajak. Yogyakarta dan Surabaya adalah contoh perluasan tempat sidang tersebut. Sebuah terobosan yang rupanya disambut hangat oleh masyarakat. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya tren permohonan keberatan maupun banding. Suatu hal yang lumrah, karena pada dasarnya pemeriksaan pajak adalah pengujian atas administrasi berupa pencatatan atau pembukuan, sehingga potensi dispute selalu ada. Tumpukan berkas memenuhi meja berkas para Penelaah Keberatan dan ramainya ruang tunggu Pengadilan Pajak menjadi bukti bahwa banyak Wajib Pajak yang sudah mulai memahami hak-haknya ketika sengketa pajak timbul.

Suatu hal yang harus dicatat adalah, sengketa pajak yang permohonannya dikabulkan oleh Direktur Jenderal Pajak memiliki jumlah yang signifikan. Di Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jakarta Khusus misalnya, untuk tahun 2012, jumlah tersebut bahkan mencapai 25% dari seluruh permohonan yang masuk. Hal ini membuktikan bahwa dalam pemungutan pajak, Ditjen Pajak benar-benar menjunjung tinggi asas kepastian hukum, dengan catatan Wajib Pajak dapat menunjukkan bukti-bukti yang memadai. Jika Anda memiliki sengketa pajak, jangan sekali-kali melakukan hal-hal diluar proses keberatan maupun banding. Nikmati hak-hak Anda sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan mari kita bangun bersama pemungutan pajak yang bersih dari suap demi kemajuan Indonesia. Selamat menjalankan ibadah puasa.

sumber : Ditjen Pajak
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement