REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menilai Indonesia perlu menyampaikan ketidaksenangannya atas tindakan negara lain melakukan penyadapan dan memanfaatkan hasilnya tanpa menunjuk secara spesifik negara tertentu.
Hikmahanto mengungkapkan hal itu menanggapi pemberitaan media Australia terkait adanya penyadapan oleh Inggris atas Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan hasil sadapannya dimanfaatkan oleh Australia.
"Indonesia perlu mengingatkan penyadapan berpotensi merusak hubungan baik antarnegara dan memunculkan saling curiga," katanya di Jakarta, Senin (29/7).
Guru Besar Fakultas Hukum UI itu menilai tindakan penyadapan oleh suatu negara terhadap negara lain merupakan pelanggaran hukum internasional dan tata krama hubungan antarnegara.
Ia pun menegaskan akan sulit bagi pemerintah Indonesia untuk mendapatkan konfirmasi mengenai laporan soal penyadapan tersebut baik dari pemerintah Inggris maupun Australia. Kegiatan penyadapan meski kerap dilakukan merupakan kegiatan intelijen yang tidak mungkin dikonfirmasi atau dibenarkan oleh pihak yang melakukannya, kata dia.
Menurut Hikmahanto saat ini yang terpenting bagi Indonesia adalah mengingatkan kalau penyadapan berpotensi untuk merusak hubungan baik antarnegara dan memunculkan saling curiga. "Saling curiga tentu tidak dapat menjadi dasar yang melandasi hubungan Indonesia dengan negara sahabatnya," kata Hikmahanto.