REPUBLIKA.CO.ID,TUNIS - Pemerintahan Islam Tunisia mulai digoyang oleh kubu sekuler. Ribuan demonstran dari kubu sekuler, Ahad (28/7), berkumpul di ibu kota negara ini, Tunis, untuk memprotes kinerja pemerintah. Aksi unjuk rasa ini dipicu oleh pembunuhan pemimpin oposisi, Mohamed Brahmi.
Seperti dilaporkan Aljazirah, demonstrasi itu berlangsung ricuh setelah pecah bentrokan antara pengunjuk rasa dengan polisi, termasuk dengan pendukung partai berkuasa, Ennahda. Bentrokan terjadi di luar gedung parlemen, sehari setelah pemakaman tokoh oposisi tersebut. Brahmi adalah tokoh oposisi kedua yang terbunuh pada tahun ini.
Oposisi menyalahkan Partai Ennahda atas pembunuhan itu. Akibatnya, unjuk rasa meletus di sejumlah kota memprotes pemerintah dan partai berkuasa. Sekretaris Jenderal Perserikatan Buruh Tunisia (UGTT) mengatakan, tokoh oposisi menuntut pemerintah segera mengundurkan diri.
Seorang pengacara yang juga aktivis, Nacer Laouini meminta Kepala Staf Angkatan Bersenjata Mohamed Salah Hamdi untuk melindungi rakyat dari kelompok Islam. Permintaan kepada militer ini menumbuhkan kecemasan, Tunisia akan mengikuti jejak Mesir yang menggulingkan Presiden Muhammad Mursi. Presiden pertama Mesir yang dipilih secara demokratis itu berasal dari kelompok Islam, Ikhwanul Muslimin.
Terkait dengan tewasnya Brahmi, kubu Salafi yang dekat dengan jaringan Alqaidah membantah terlibat dalam pembunuhan tersebut. Sebelumnya, pemerintah menuduh kubu Salafi sebagai pihak yang membunuh Brahmi.
Namun, akhir pekan lalu, Kementerian Dalam Negeri mengumumkan, berdasarkan bukti dan saksi di lapangan, pembunuh tokoh oposisi itu adalah Boubakr Hakim. Selama ini, Hakim dikenal sebagai penyeludup senjata dan orang-orang militan ke Tunisia.
Sebelumnya, ia pun diyakini sebagai pembunuh tokoh oposisi, Chokri Belaid. Menurut Kementerian Dalam Negeri, Brahmi ditembak di pinggiran Kota Tunis, Ariana, sebanyak 14 kali dengan senjata yang sama dengan yang digunakan untuk membunuh Belaid.
Saat ini, berkembangan ketidakpuasan di kalangan masyarakat Tunisia terhadap kinerja pemerintah. Dalam hal ini, pemerintah dianggap tak berbuat banyak untuk melawan kelompok yang melakukan kekerasan atas nama agama.
Pemimpin Koalisi Keselamatan dan Partai Pekerja Tunisia, Jilani Hammami, mengatakan kelompoknya akan membahas pendirian pemerintahan baru tersebut. Mereka juga berencana mencalonkan perdana menteri baru. Jika oposisi benar-benar membentuk pemerintah tandingan, maka polarisasi politik di Tunisia dipastikan bakal semakin tajam.
Sementara, seperti dikatakan ketua parlemen Tunisia, pemerintah sedang membahas kesepakatan mengenai pembagian kekuasaan baru. Ia juga menyeru para politikus mempertimbangkan lagi niat mereka untuk mundur dari parlemen yang sedang berupaya membuat konstitusi baru.