REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Para pejabat Mesir, Selasa (30/7), kembali menyampaikan penolakan mereka atas keputusan untuk membekukan keikut-sertaan Mesir dalam berbagai kegiatan Uni Afrika (AU).
Pernyataan tersebut dikeluarkan saat Alpha Oumar Konare, pemimpin delegasi sembilan negara Afrika yang saat ini mengunjungi Mesir, menegaskan keputusan tersebut bukan bagian dari persekongkolan guna menentang peran pelopor Mesir di Afrika.
Dua hari setelah penggulingan presiden Mesir yang berorientasi Islam Muhammad Mursi pada 3 Juli, Dewan Keamanan dan Perdamaian AU membekukan keanggotaan negeri itu dan menggambarkan penggulingan Mursi sebagai "tidak konstitusional".
Sebagai tanggapan, Mesir mengirim utusan pejabat senior ke negara Afrika guna menjelaskan sudut pandang Mesir, dan meminta mereka mengubah keputusan organisasi pan-Afrika tersebut.
Panel tingkat tinggi AU buat Mesir tersebut mengunjungi Mesir dari 27 Juli sampai 5 Agustus guna mengumpulkan keterangan dan berkonsultasi dengan pemerintah Mesir serta pemegang saham lain mengenai kondisi di Mesir.
Sejak kedatangannya pada Ahad (28/7), kelompok Afrika itu telah bertemu dengan Presiden sementara Adly Mansour, Wakil Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Abdel-Fattah As-Sisi, Menteri Luar Negeri Nabil Fahmi, dan wakil dari Tamarud, aksi yang dilancarkan awal tahun ini guna menuntut pengunduran diri Mursi, serta gerakan pemuda 6 April.
Selama pertemuannya dengan panel AU tersebut pada Selasa, Menteri Kehakiman Peralihan Amin el-Mahdi kembali menyampaikan penolakan Mesir atas keputusan Afrika. Ia menekankan ketentuan pembekuan keanggotaan tak bisa diterapkan dalam kasus Mesir.
"Dewan Keamanan dan Perdamaian AU telah gagal melihat revolusi rakyat pada 30 Juni. Pendirian militer sejalan dengan tuntutan rakyat untuk memiliki presiden sipil sementara dan untuk mengubah undang-undang dasar," ujarnya.
"Angkatan Bersenjata turun-tangan untuk melindungi jutaan warga sipil damai dan mencegah bentrokan setelah penyelesaian politik tak bisa dicapai," kata el-Mahdi.
Ia menggaris bawahi apa yang terjadi di Mesir tak bisa dipandang sebagai "perubahan pemerintah inkonstitusional". Sementara itu, Menteri Luar Negeri Mesir Nabil Fahmy mengatakan keputusan "tergesa-gesa" Dewan Keamanan dan Perdamaian Afrika dilandasi atas informasi "palsu yang tidak lengkap".
Pada gilirannya, Konare menolak untuk menjawab pertanyaan apakah ia menggambarkan apa yang terjadi di Mesir sebagai kudeta militer atau revolusi rakyat.