REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar Hukum dari Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf menuturkan, sifat kekhususan Aceh yang diakui secara konstitusional menjadi posisi tawar tersendiri bagi daerah tersebut.
Kehadiran bendera Aceh dalam Qanun No. 3 Tahun 2013, pada akhirnya memaksa pemerintah pusat untuk segera menunaikan janji-janji mereka kepada Aceh. “Karena itu, wajar saja bila pembahasan ini menjadi alot,” ujarnya.
Ia menyarankan pemerintah agar mengumpulkan tokoh-tokoh Aceh yang memiliki pengaruh kuat, baik di pusat maupun daerah, untuk diikutsertakan dalam pencarian solusi masalah ini.
“Seperti Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Abubakar misalnya. Seharusnya dia bisa menyumbangkan ide untuk pemecahan masalah bendera Aceh itu,” kata Asep.
Sebelumnya, pembahasan mengenai evaluasi Qanun Aceh No. 3 Tahun 2013 kembali menemukan jalan buntu. Kementerian Dalam Negeri dan Pemerintah Provinsi Aceh pun memutuskan untuk menangguhkan kembali pembahasan hingga 15 Oktober nanti.