REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia adalah lumbung energi, sayangnya penguasaan sumber daya energi belum sepenuhnya berada di tangan negara, karena hal itu kemandirian energi nasional masih belum juga terwujud.
"Masyarakat belum bisa menikmati kemakmuran dari kekayaan sumber daya alam yang kita miliki," ujar anggota Badan Pemeriksa Keuangan Ali Masykur Musa pada diskusi Membangun Paradigma Baru Kemandirian Energi oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Cikini, Rabu (31/07).
Cak Ali, panggilan akrabnya, menilai penyebab kemandirian energi belum terwujud adalah terlalu dominannya perusahaan asing dalam mengelola sumber daya alam kita. Asing menguasai 70 persen pertambangan migas, 75 persen tambang batu bara, bauksit, nikel, dan timah; 85 persen tambang tembaga dan emas; serta 50 persen perkebunan sawit.
“Ironisnya, Pertamina, BUMN Migas kita hanya menguasai tujuh belas persen produksi dan cadangan migas nasional. Sementara itu, tiga belas persen sisanya adalah share perusahaan-perusahaan swasta nasional," ungkapnya.
Selain dominasi perusahaan asing yang menggurita, sebab lain menurut Cak Ali adalah ketergantungan Indonesia yang masih begitu tinggi terhadap energi fosil tak terbarui di tengah potensi sumber-sumber energi lain yang melimpah. "Demi kepentingan masyarakat paradigma tersebut harus mulai di ubah," tegas tokoh muda NU ini.
Agar masalah ini tidak berlarut-larut, Cak Ali menawarkan solusi dengan merevisi UU Migas dan UU Minerba yang memungkinkan seluruh sumber daya energi dan pertambangan diusahakan dan dikuasai oleh negara sebagaimana yang dikehendaki oleh Pasal 33 UUD 1945.
"Hanya dengan cara itulah kesejahteraan rakyat Indonesia dapat segera tercapai," cetusnya.