Senin 05 Aug 2013 15:16 WIB

Penarikan Uang Tunai Jelang Lebaran Mencapai Rp 97 Triliun

Rep: Satya Festiani/ Red: Nidia Zuraya
 Seorang nasabah menarik uang tunai dari ATM (Ilustrasi)
Seorang nasabah menarik uang tunai dari ATM (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penyerapan kebutuhan uang tunai nasional hingga 2 Agustus mencapai Rp 97 triliun. Angka tersebut merupakan 94,1 persen dari proyeksi kebutuhan uang tunai sebesar Rp 103,1 triliun.

Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), Difi Johansyah, mengatakan penarikan pada tanggal 2 Agustus merupakan penarikan tertinggi, yakni Rp 15,4 triliun. Sementara itu, total penarikan bank di wilayah Jabodetabek sampai dengan 5 Agustus sebesar Rp 31,8 triliun atau sebesar 102 persen dari perkiraan sebesar Rp 31,1 triliun.

BI sebelumnya memprediksikan kebutuhan uang tunai meningkat sebesar 20 persen menjadi Rp 103 triliun. Kebutuhan Uang Pecahan Besar (UPB) diproyeksikan sebesar Rp 93,4 triliun dan Uang Pecahan Kecil (UPK) diproyeksikan sebesar Rp 9,7 triliun. Kenaikan antara lain dipengaruhi oleh faktor pembagian gaji ke-13 PNS/TNI/Polri dan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM).

Untuk tahun ini, BI menyediakan uang tunai hingga Rp 146 triliun. "Penarikan terakhir adalah besok dan diperkirakan tidak besar dan stok cukup," ujar Difi, Senin (5/8).

Dalam rangka menyambut bulan Ramadhan dan Idul Fitri Tahun 1434 H/ 2013, BI telah mengantisipasi kebutuhan transaksi masyarakat dengan mempersiapkan sistem pembayaran tunai dan non tunai. Berbagai langkah telah dilakukan yakni dengan cara mengoptimalkan distribusi dan persediaan uang tunai di Kantor Pusat dan Kantor Perwakilan BI Dalam Negeri.

Untuk memenuhi kebutuhan UPK masyarakat di wilayah Jakarta dan sekitarnya, BI bekerjasama dengan 12 bank menyediakan layanan penukaran di Monas pada 10 Juli hingga 2 Agustus 2013, pukul 9.00 hingga 14.00 WIB. Difi mengatakan total penukaran BI di Monas hingga saat ini telah mencapai Rp 41,8 miliar. Jumlah penukar sebanyak 19.693 orang.

Sebelumnya, Deputi Gubernur BI Bidang Pengawasan Sistem Pembayaran Ronald Waas mengatakan kebutuhan uang sebesar Rp 31 triliun berasal dari Jakarta, Rp 20 triliun dari Indonesia Timur dan sisanya dari Indonesia Barat. Kebutuhan pecahan kecil terbanyak berasal dari kota-kota besar, sedangkan pecahan yang agak besar, yakni Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu, banyak diminta di daerah-daerah.

Selain menyiapkan uang tunai, BI pun menyiapkan infrastruktur dan layanan sistem pembayaran non tunai untuk mengantisipasi peningkatan transaksi pembayaran nontunai (RTGS, Kliring) yang volume transaksinya selalu meningkat rata-rata 14 persen di atas transaksi normal harian. Untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut, sejak 1 Mei 2013, batas maksimum transfer dana melalui Kliring telah ditingkatkan hingga Rp 500 juta per transaksi. Batas ini juga didukung dengan sistem transfer dana close to real time 'Si Kilat' (Sistem Kliring Kini Lebih Cepat). Kliring diharapkan dapat menjadi alternatif bertransaksi secara cepat dan murah.

Dalam menghadapi lonjakan transaksi RTGS dan Kliring ini, BI bekerja sama dengan Perbankan bahkan akan menambah jam layanan operasional apabila diperlukan. Disamping itu, untuk memfasilitasi kebutuhan transfer dana, per tanggal 15 Juli 2013, transfer dana antar jaringan pembayaran domestik (melibatkan perbankan anggota dari jaringan ALTO, ATM BERSAMA dan PRIMA) serta transfer dari orang ke orang (P to P transfer) melalui operator telekomunikasi (Indosat, Telkomsel, dan XL) sudah dapat digunakan.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement