REPUBLIKA.CO.ID,Jakarta ---- Tradisi mudik Lebaran yang dilakukan sebagian masyarakat Indonesia perlu ditanggapi dengan kritis. Setiap tahun laporan korban berjatuhan akibat mudik menunjukkan perlunya pembenahan yang radikal menghadapi momen Lebaran. "Teori risiko bencana dapat dijadikan sebagai dasar untuk mengatasi masalah yang ada," ujar Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (6/8).
Resiko dalam kacamata bencana merupakan perkalian antara bahaya dan kerentanan dibagi dengan kapasitas yang ada. Unsur bahaya yaitu kecelakaan lalu lintas, baik di darat, laut dan udara.
Lalu kerentanan berarti menyangkut dengan kondisi terbatasnya ruas jalan, kerusakan jalan, jumlah pemudik yang terus meningkat, terbatasnya angkutan massal, faktor cuaca, kelelahan pengendara, kurang laiknya kendaraan dan sebagainya. Sedangkan kapasitas menyangkut jumlah aparat, pos kesehatan, dan sebagainya.
Solusi terbaik yaitu ketersediaan angkutan massal yang memadai. Permasalah mudik diakui sulit diatasi, tapi bukan berarti tidak bisa diatasi. "Apalagi ini adalah ritual tahunan yang waktunya dapat diprediksikan sebelumnya sehingga antisipasi dapat dilakukan," ujarnya.
Berdasarkan penelitian Kementerian Perhubungan, pada tahun 2013, pemudik dengan menggunakan kendaraan pribadi baik mobil dan sepeda motor masih tinggi. Jumlah penggunaan sepeda motor diperkirakan tumbuh 8%-10% menjadi 3 juta unit sepeda motor, sedangkan jumlah mobil pemudik naik 6%-8% dibandingkan dengan tahun lalu menjadi 1,76 juta mobil.