REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis mengecam pengusiran 20 orang staf badan pengungsi PBB dari Darfur, Sudan, sebagai tindakan yang tak bisa dibenarkan. Pun, Prancis mendesak pemerintah Khartoum segera memperbarui izin mereka.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan langkah itu akan mengganggu kemampuan Komisi Tinggi PBB Urusan Pengungsi (UNHCR) untuk memberikan bantuan kepada dua juta pengungsi di Darfur, yang 1,2 juta diantaranya tinggal di kamp-kamp.
"Prancis mengecam pengusiran 20 pegawai UNHCR yang bekerja di Darfur. Keputusan yang tidak bisa dibenarkan ini datang ketika situasi keamanan dan kemanusiaan di Darfur tetap mengkhawatirkan," kata Vincent Floreani pada jumpa pers, Rabu (7/8) waktu setempat.
UNHCR menyatakan mereka terpaksa mengurangi pekerjaan di Darfur setelah Khartoum mengusir lebih dari separuh dari 37 orang stafnya di sana. Menurut badan PBB itu, situasi kritis terutama terjadi di El Fasher, dimana tidak satu pun staf UNHCR diberi izin untuk kembali. Anggota-anggota staf lain diminta pergi dengan pemberitahuan singkat pada awal Juli.
PBB menyatakan lebih dari 300 ribu orang tewas sejak konflik meletus di wilayah Darfur pada 2003. Ketika pemberontak etnik minoritas mengangkat senjata melawan pemerintah yang didominasi orang Arab untuk menuntut pembagian lebih besar atas sumber-sumber daya dan kekuasaan.
Pemerintah Khartoum menyebut jumlah kematian hanya 10 ribu. Sebanyak 1,4 juta orang berada di kamp-kamp pengungsi di Darfur setelah meninggalkan rumah mereka selama konflik di wilayah Sudan barat itu.
Pemerintah Sudan menandatangani sebuah perjanjian perdamaian sponsoran Qatar dengan sebuah aliansi kelompok pemberontak pada 2011, namun kelompok-kelompok besar menolaknya.
Kelompok gerilya Tentara Pembebasan Sudan kubu Minni Minnawi dan kelompok gerilya utama Gerakan Keadilan dan Persamaan Hak (JEM) menolak perjanjian itu, yang ditandatangani Sudan dan Gerakan Keadilan dan Kebebasan (LJM), sebuah kelompok pemberontak lain di Darfur.
JEM adalah satu dari sejumlah kelompok Darfur yang memberontak pada 2003 untuk menuntut otonomi lebih luas bagi wilayah barat yang gersang itu. Mereka kini dianggap sebagai kelompok pemberontak yang paling kuat di Darfur.
Misi PBB-Uni Afrika di Darfur (UNAMID), yang kini berjumlah 23.500 orang dan merupakan misi penjaga perdamaian terbesar di dunia, ditempatkan di Darfur, Sudan barat, sejak 2007 untuk berusaha mengakhiri permusuhan antara pemberontak dan pemerintah Sudan.