REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, mengaku berusaha menghindari pajak kepemilikan mobil. Untuk itu, terdakwa kasus dugaan korupsi proyek simulator SIM itu membeli kendaraan roda empat dengan menggunakan nama keluarga istrinya.
"Memang kami menghindari pajak progresif. Untuk tidak bisa kena (pajak)," kata Djoko, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (13/8). Dalam persidangan kali ini, Djoko diperiksa sebagai terdakwa. Ia sempat menjelaskan pembelian mobil yang menggunakan nama anggota keluarga istri keduanya, Mahdiana.
Salah satunya pembelian mobil Jeep Wrangler pada 2007. Mobil itu berharga senilai Rp 650 juta. Kepemilikan mobil itu diatasnamakan adik ipar Mahdiana, Bambang Ryan Setiadi. Saat menjadi saksi dalam persidangan, Bambang awalnya tidak mengetahui kepemilikan mobil itu merupakan atas namanya.
Ia hanya mengingat Mahdiana pernah meminjam Kartu Tanda Penduduk (KTP) miliknya tanpa menyebut penggunaan tanda pengenal tersebut.
Selain itu, Djoko menyebutkan ada kendaraan yang kepemilikannya diatasnamakan paman Mahdiana, Muhamad Zaenal Abidin. Mobil itu merek Toyota Harrier yang dibeli pada 2008 dengan harga senilai Rp 450 juta.
Sama seperti Bambang, Zaenal pun mengaku sempat diminta untuk meminjamkan KTP oleh Mahdiana. Saksi lainnya, Nopi Indah, adik kandung Mahdiana, juga sempat mengutarakan namanya digunakan atas kepemilikan mobil Kijang Innova.
Anggota majelis hakim Pangeran Napitupulu sempat menyangsikan keterangan Djoko yang berusaha menghindari pajak progresif, mengingat pembelian mobil itu dilakukan jauh sebelum ketentuan pajak kendaraan itu berlaku.
Namun, Djoko mengatakan sudah mengetahui rencana penerapan pajak progresif. Saat itu, ia ikut membahas pajak tersebut ketika masih menjabat sebagai Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya. "Itu akan dilakukan 2004 secara bertahap, tapi ditunda-tunda. Jadi kami antisipasi lebih awal (supaya terhindar pajak progresif)," kata jenderal bintang dua itu.