REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Terdakwa perkara dugaan korupsi pengadaan simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang, Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo, mengaku mendapatkan insentif setiap bulannya dari Jasa Raharja.
Uang itu menjadi penghasilan tambahan mantan Kepala Korps Lalu Lintas Mabes Polri itu."Setiap bulan Rp 50 juta dan ada juga Rp 10 juta dari Jasa Raharja. Jadi sebenarnya total ada Rp 60 juta," kata Djoko, saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (13/6).
Ia mengaku mendapatkan insentif itu sejak 2009 saat masih menjabat sebagai Dirlantas Babinkam Polri. Menurut Djoko, pejabat kepolisian yang mendapatkan insentif itu mulai level Kasatlantas Polres.
Ia mengatakan, insentif itu diberikan karena membantu pengelolaan kecelakaan lalu lintas dan pengurusan admistrasi STNK. Djoko mengklaim bisa menggunakan dana insentif itu untuk keperluan pribadi. "Itu merupakan insentif pejabat. Bisa digunakan untuk pribadi atau operasional," kata dia.
Anggota majelis hakim sempat menanyakan penggunaan insentif itu. Mengingat dana itu ada yang digunakan Djoko untuk keperluan pribadi. Meskipun, Djoko mengaku dana itu tidak sepenuhnya untuk urusan pribadi. Namun ada juga yang digunakan untuk keperluan operasional.
Djoko memang sempat menanyakan mengenai penggunaan dana pada pihak Jasa Raharja dan mendapat lampu hijau untuk menggunakannya. "Karena ada penjelasan, kami berani gunakan untuk pribadi," kata dia.
Ketua majelis hakim Suhartoyo kemudian mencecar Djoko terkait dana insentif dari Jasa Raharja. Karena berdasarkan bukti dokumen, ia mengatakan, dalam pertimbangannya menyebut dana untuk lembaga.
Suhartoyo menyebut tidak ada pertimbangan yang menyatakan insentif itu bisa digunakan untuk keperluan pribadi. Kemudian dari kuitansi pun tertulis sebagai kegiatan pembinaan dalam rangka penertiban. Djoko berkelit atas pernyataan hakim itu. "Kami tidak baca secara rinci," ujar dia.