Kamis 15 Aug 2013 10:43 WIB

Pemerkosaan Meningkat di Mesir

Rep: Nur Aini/ Red: Mansyur Faqih
Kaum perempuan Mesir meneriakkan yel-yel saat bergabung dengan aksi unjuk rasa menolak kudeta militer dan mendukung Presiden Muhammad Mursi.
Foto: AP/Khalil Hamra
Kaum perempuan Mesir meneriakkan yel-yel saat bergabung dengan aksi unjuk rasa menolak kudeta militer dan mendukung Presiden Muhammad Mursi.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Krisis politik di Mesir sejak demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan presiden Hosni Mubarak pada 2011 telah menjadi sarana berbagai macam kejahatan kemanusiaan. Kekerasan brutal dari penembakan warga sipil hingga pemerkosaan dilaporkan terus terjadi.

Kekerasan terakhir terjadi pada Rabu (14/8) saat pasukan keamanan Mesir membubarkan massa pendukung presiden Muhammad Mursi di Nahda Square dan Rabaa Al-Adawiya. Sedikitnya 238 warga sipil tewas dalam kekerasan yang terjadi di Kairo saat pembubaran massa pendukung Mursi. Selain itu, 43 polisi tewas dalam kejadian itu. 

Jumlah korban tewas diperkirakan bertambah setelah Ikhwanul Muslimin mengatakan korban tewas bisa mencapai lebih dari dua ribu orang.Pasukan keamanan menggunakan kendaraan militer, bulldozer, dan helikopter untuk menyapu bersih dua kemah yang dibuat pendukung Mursi. Jalanan di Kairo serta sejumlah kota di Mesir berubah menjadi arena perang. 

Pasukan keamanan dilaporkan menembak mati sejumlah warga sipil di perkemahan itu. Kekerasan lain yang tidak banyak diungkap adalah pemerkosaan terhadap para perempuan. Laporan Al-Jazeera pada Rabu (14/8) menyebut, pemerkosaan mewabah di Tahrir Square, tempat demonstrasi sejak kerusuhan penjatuhan Husni Mubarak. Beberapa pekan sebelum dan setelah Mursi digulingkan, ada 150 kasus yang dilaporkan.

Banyak kasus serupa diyakini tidak dilaporkan. Tingkat kekerasan seringkali ekstrim. Pada Januari, dua remaja perempuan diperkosa beramai-ramai dengan ancaman pisau. Para pria mengelilingi perempuan tersebut dan melakukan pemerkosaan. Sementara, para laki-laki yang mengelilingi mengancam orang yang ingin menolong dengan tongkat, pisau, dan ikat pinggang. 

"Mereka mengambil fotoku dan tertawa. Saya ditahan dan ditelanjangi pada sebuah mobil dan dikendarai berkeliling," ujar Yasmin el-Baramawy, korban kekerasan. 

Kekerasan seksual dinilai telah menjadi masalah yang mengakar di Mesir. Tidak hanya saat krisis politik, namun konser pun tak luput dijadikan sarana kekerasan seksual. "Masalah pelecehan dan serangan seksual telah terjadi dalam waktu lama," ujar direktur program HAM Wanita, Amal Emohandes.

Studi dari PBB untuk persamaan gender merilis laporan pada April lalu bahwa 99,3 persen perempuan Mesir pernah mengalami pelecahan seksual. Dari studi itu juga ditemukan 96,5 persen kaum hawa menjadi sasaran pelecehan dengan sentuhan. 

Para aktivis menilai serangan seksual meningkat setelah revolusi Mesir. Bahkan, kekerasan seksual dilakukan di ruang publik. "Masyarakat semakin brutal, orang mulai banyak yang mengekspresikan diri lewat tindakan kekerasan," ujarnya. 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement