REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA – Operasi yustisi yang akan digelar Pemerintah Kota Surabaya untuk menekan tingkat urbanisasi pasacalebaran 2013 dinilai tidak efektif.
Selain melanggar hak asasi manusia (HAM) pelaksanaan razia kependudukan tersebut juga tidak mudah dilakukan tanpa adanya kesadaran pengurus RT/ RW di lingkungan warga.
Ketua Komisi D DPRD Kota Surabaya Baktiono mengatakan, warga yang datang setelah mudik membawa sanak saudaranya, mereka tentu tidak langsung melaporkan ke pihak RT/ RW. Terlebih bila pengurusnya tergolong pasif, sehingga tidak semua melakukan pendataan.
"Kalaupun terdata, apakah harus mereka langsung diusir dari Surabaya? Itu melanggar HAM," kata Baktiono kepada Republika saat dikonfirmasi, Kamis (15/8).
Selain itu, dia mengatakan, kalaupun diselenggarakan operasi yustisi, Pemkot Surabaya harus melakukan pemetaan terlebih dahulu. Menurut dia, perlu kejelasan mengenai lokasi mana yang umumnya menjadi tujuan pendatang, termaksud kapan waktu penyelenggaraanya.
Baktiono menambahkan, prosedur untuk menekan jumlah penduduk dari arus urbanisasi bukan dalam bentuk pelarangan di kota tujuan. Namun mempersulit pemindahan dan pengurusan suratnya. Sebab, tanpa rekomendasi, mereka tidak dengan mudah mendapat fasilitas pelayanan di tempat baru itu. "Akhirnya mereka sadar diri dan kembali ke daerah asal," ujarnya.
Dia juga mengajurkan, Pemerintah Provinsi Jawa Timur melangsung pemerataan pembangunan. Dengan begitu, bukan hanya Surabaya yang menjadi pusat kedatangan warga. Dia menilai, semakin besar suatu kota, maka semakin berat juga beban penghidupannya.
Dalam hal ini, masyarakat diminta lebih sadar diri sebelum pindah ke kota. Terutama bagi mereka yang belum mempunyai tujuan seperti tempat tinggal ataupun pekerjaan. Sebab, pengangguran akan terus meluas, sedangkan anggaran yang tersedia terbatas.
"Pengangguran di kota Surabaya bisa tembus hingga 10 ribu orang bila tidak segera dilakukan pengendalian urbanisasi," kata Baktiono.
Berdasarkan data, dengan jumlah penduduk Surabaya sebesar 3 juta orang, tercatat 80.568 warga di antaranya tidak memiliki pekerjaan. Ditambah, ibu rumah tangga yang tidak bekerja sebesar 542.998 orang dan pelajar atau mahasiswa 462.738 orang.
Kepala Satpol PP Kota Surabaya, Irvan Widianto menambahkan, pihaknya sudah melakukan pemetaan, bahkan setiap usai lebaran, masing-masing kecamatan sudah melakukan operasi tersebut. Hanya saja, untuk tahun ini, Pemkot Surabaya lebih melakukan penekanan dan prioritas terhadap urbanisasi.
Dia juga mengklaim, seluruh pengurus RT/ RW dan keluarahan dianggap dapat bekerjasama dan proaktif mendata warga baru yang datang di lingkungannya. Selain itu, dia menambahkan, akan melaksanakan penindakan di jalan-jalan saat razia polisi pada pengendara lalu lintas. "Polisi tanyakan SIM dan STNK, kami tanyakan KTP," kata Irvan.
Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Surabaya, Suharto Wardoyo mengatakan, akan melangsungkan operasi yustisi pada pekan depan saat arus balik mudik diperkirakan selesai.
Mereka yang tidak memiliki KTP Surabaya atau kartu penghuni musiman (Kipem), akan dikenakan sanksi pidana maksimal tiga bulan penjara atau denda Rp 50 juta.