REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Banyak mayat yang tewas akibat pengusiran dengan pembantaian di Mesir pada Rabu (14/8) lalu masih berjejer di beberapa masjid di Kairo.
Keluarga korban kesulitan membawa mayat sanak familinya untuk menguburkannya di tempat yang layak. Gulfnews melaporkan, pemerintah bentukan militer Mesir memberlakukan prosedur yang birokratis sehingga keluarga korban kesulitan menguburkan mereka.
"Kami tiba pada pukul 7, semua keluarga disini,"ujar Atif Hashim, seorang guru berusia 50 tahun yang sedang berada di antrean, menunggu jenazah sepupunya, seorang ayah dengan lima anak.
"Mereka hanya minum teh di dalam. Mereka hanya melempar mayat ke lapangan dengan es,"ungkapnya terkait para petugas pemakaman.
Aljazeera melaporkan, beberapa keluarga tidak bisa mendapatkan ijin untuk memakamkan korban. Padahal, mereka hendak mengubur keluarganya pada Kamis (15/8) lalu.
Menurut para keluarga korban yang diwawancarai Aljazeera, Kementerian Kesehatan bentukan militer Mesir menginginkan mereka untuk menerima sertifikat kematian yang menerangkan korban tewas karena bunuh diri.
Aktivis Islam yang berada di dalam masjid mengatakan, Polisi Mesir menembakkan gas air mata ke dalam masjid. "Mereka mengepung masjid dan menembakkan gas air mata di luarnya. Mereka sekarang memasuki (masjid) dan kami pergi," kata Ibrahim, seorang petugas medis lapangan yang berada di dalam masjid, seperti disadur dari AFP.
Ibrahim mengatakan, lebih dari 200 ratus mayat menurut kelompok Islamis masih berada di dalam masjid akibat aksi penumpasan polisi dan militer, Rabu telah dibawa keluar pada pagi hari itu. "Masih ada 43 mayat lagi tetapi kami tidak dapat mengidentifikasi mereka," katanya.
Siaran langsung yang ditayangkan di stasiun televisi swasta Mesir CBC menunjukkan, polisi berada di dalam masjid.
Seorang pejabat Kementerian Kesehatan Mesir mengatakan, sedikitnya 525 orang tewas dan 3.717 orang lainnya cedera di seluruh Mesir, dalam bentrokan antara pendukung presiden terguling Muhammad Mursi dan pasukan keamanan.