REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Sejumlah serikat buruh menuntut upah lebih tinggi tahun 2014. Tuntutan tersebut dianggap wajar mengingat kenaikan upah yang terjadi 2013 telah menggerus 30 persen kenaikan upah yang diterima buruh.
“Harga BBM naik dan inflasi tidak terkontrol 6-7 persen menggerus kenaikan upah buruh 30 persen,” kata Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Muhammad Rusdi pada konferensi pers “Buruh Tolak Upah Murah” di kantor LBH Jakarta Ahad (18/8).
Menurut Rusdi, serikat buruh meminta kenaikan upah minimum 2014 sebesar 50%. Dia mengungkapkan, alasan tuntutan kenaikan upah sebesar 50%, antara lain karena daya beli buruh yang turun akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), inflasi 2014 yang lebih dari 2 digit, dan pertumbuhan ekonomi yang mencapai 6%.
Rusdi pun mengungkapkan berdasarkan penelitian AKATIGA tahun 2009, rata-rata pengeluaran riil buruh per kabupaten selalu lebih tinggi dibandingkan dengan upah riil atau upah minimum kabupaten/kotamadya (UMK). Rata-rata upah total, kata dia, hanya mampu membayar 74,3 persen rata-rata pengeluaran riil buruh.
“UMK hanya mampu membayar 62,4 persen rata-rata pengeluaran buruh per bulannya," ujarnya. Ia menuturkan dari hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa tuntutan upah buruh lebih tinggi adalah hal yang wajar karena tingkat upah minimum buruh saat ini tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup layak.
Akibatnya buruh harus melakukan penghematan kebutuhan pokok dan hidup dalam lingkaran utang. “Ini dampak dari politik upah murah yang melestarikan dan pemperpanjang rantai kemiskinan bagi para kaum buruh atau pekerja," ujarnya.