Senin 19 Aug 2013 20:46 WIB

Kenaikan Upah Buruh Dinilai Pasti Pengaruhi Investasi

Rep: Rr. Laeny Sulistyawati/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Demo buruh tuntut kenaikan upah
Foto: Antara
Demo buruh tuntut kenaikan upah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati menilai tuntutan buruh agar upah mereka dinaikkan sebesar 50 persen dapat berdampak ke investasi. Taka hanya domestik juga berpengaruh kepada investasi asing.

Enny menilai persoalan upah buruh ini memang rumit. Jika persoalan tersebut dilihat secara parsial maka kedua pihak yaitu buruh dan pengusaha sama-sama benar.

‘’Upah buruh pada 2013 memang naik, tetapi nilai inflasi juga meningkat sampai  8 persen. Jadi buruh menggugat kenaikan upah karena upah yang diterimanya tidak cukup untuk hidup layak,’’ katanya saat dihubungi Republika, Senin (19/8) sore. Ia menilai upah minimum provinsi (UMP) buruh di Indonesa masih kompetitif bahkan lebih murah dibandingkan negara-negara lain seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand.

Lalu dari sisi pengusaha, kata Enny, beban biaya (produsen) yang pengusaha tanggung terlalu tinggi. Sebenarnya secara obyektir beban biaya besar  yang ditanggung pengusaha bukan karena upah buruh, melainkan  akumulasi beban biaya yang semakin besar. Hanya saja karena upah buruh masih bisa ditekan, maka pengusaha cenderung menekannya.

‘’Meski ada pengusaha yang nakal, tidak mau memenuhi hak buruh tapi kecenderunganya memang pengusaha merasa berat dengan beban biaya produsen. Namun di sisi lain, produktivitas buruh masih rendah,’’ katanya.

Persoalan produktivitas tidak hanya mengenai pendidikan melainkan juga penguasaan teknologi. Sementara di satu sisi teknologi tersebut adalah teknologi impor dan buruh tidak menguasainya. Akibatnya produktivitas buruh jadi rendah. Namun masalah produktivitas inilah yang tidak dipikirkan buruh.

‘’Untuk itulah persoalan-persoalan upah buruh tidak mendapatkan titik temu jika hanya melibatkan buruh dan pengusaha,’’ katanya.

Dia menambahkan, persoalan tuntutan kenaikan upah buruh dapat berpengaruh terhadap masuknya investasi, baik investasi asing maupun domestik. Para investor asing, kata Enny, khawatir dengan sistem kebijakan ketenagakerjaan di Indonesia. Misal, ketika buruh di sektor formal mendapat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), maka perusahaan harus memberi pesangon senilai 20 kali gaji.

Sementara jika efeknya dilihat dari sisi investasi domestik, tuntutan kenaikan upah buruh menyebabkan beban biaya produksi naik. Situasi itu cukup berat bagi perusahaan karena saat ini suku bunga acuan (BI rate) naik, harga bahan baku juga meningkat sehingga menyebabkan biaya produksi melonjak.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement