REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tunggakan pajak bumi dan bangunan (PBB) Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya mencapai Rp 619 miliyar. Untuk menyiasati hal tersebut, rencananya akan dilakukan pemutihan pajak.
Kepala Dinas Pendapatan Daerah Surabaya, Joestamadji mengatakan, pihaknya masih melakukan identifikasi terhadap tunggakan itu. Sebab, akumulasinya sudah selama 19 tahun, terhitung sejak 1994.
"Rata-rata mereka menuggak selama 5-6 tahun," kata Joestamadji pada Republika usai melakukan rapat paripurna di DPRD Surabaya, Senin (19/8).
Dia menyebutkan, total tunggakan masih berkisar Rp 450 miliyar, dan baru Rp 170 miliyar yang dianggap tertagih. Sedangkan, masih ada 370 ribu nomor obyek pajak, dengan 1.700 surat ketetapan pajak daerah lainnya yang menjadi tugas Pemkot Surabaya.
Kemudian, penggunaan jasa pihak ketiga melalui lelang, kata Joestamadji, baru akan dimulai awal November tahun ini. Alasannya, proses sebelumnya tidak ada yang menawar, sehingga identifikasi belum juga terelaisasi.
"Identifikasi pun baru akan menyelesaikan sekitar 30 persen dari total tunggakan tersebut," ujarnya.
Kalaupun tender itu menemui titik terang, proses identifikasi baru akan dimulai tahun 2015. Dia menambahkan, untuk penyelesainya memang dinilai sulit. Karena, saat melakukan survei, pihaknya tidak selalu mendapatkan alamat yang dituju. Bahkan, kalau ada obyek pajaknya, mereka enggan membayar.
Hal itu disebabkan, sudah ada transaksi jual-beli antara pemilik lama dan baru. Padahal, penghuni sebelumnya menunggak pembayaran PBB, sehingga orang baru di rumah itu tidak bersedia bila beban pajak dilimpahkan. "Solusi sementara yang ditawarkan adalah pemutihan pajak, namun itu tidak mudah," ujarnya.
Sekertaris Daerah Kota Surabaya, Hendro Gunawan membenarkan, untuk penyelesaian tunggakan itu, kemungkinan akan ada pemutihan terhadap bunga dan hutang pokok. Namun, upaya itu masih perlu dipelajari.
Menurut dia, banyak aturan mengenai penyebab hutang itu tidak dibayar. Belum lagi, siasat mengenai penerapan bunga tanpa menyertai pembayaran hutang pokok, kata dia, perlu diperjelas, bagaimana dasar ketentuan itu. "Kami juga masih berkonsultasi, apakah boleh melakukan hal seperti itu," katanya.