REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Kehutanan (Menhut) Indonesia Zulkifl Hasan menegaskan bahwa kredibilitas sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) harus tetap dijaga oleh lembaga-lembaga penilai independen (LPI) yang telah diakreditasi berdasarkan standar internasional ISO-IEC.
Sehingga, dia melanjutkan, tidak banyak LPI yang mendapat akreditasi tersebut. Melalui proses yang ketat, kini telah ada 14 lembaga independen penerbit sertifikat pengelolaan hutan produksi lestari (LPPHPL) dan 12 lembaga verifikator legalitas kayu (LVLK) yang diakreditasi ISO/IEC. Pihaknya juga sudah membangun sistem informasi dan penerbitan SVLK online yaitu sistem informasi legalitas kayu (SILK) yang terintegrasi dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dan Bea Cukai.
‘’Untuk memastikan kredibilitas SVLK yang kita bangun, tahun lalu kita sudah melakukan uji coba sistem melalui pengapalan kayu bersertifikat legal ke-8 negara Uni Eropa (UE). Kita bahkan sudah mendisain mekanisme evaluasi sistem,’’ katanya saat pidato pembukaan acara 3rd High Level MarketDialogue-2013: The New Era of Indonesian Legal Timber Products to Meet Global Markets di Jakarta, Rabu (21/8).
Dengan semua langkah-langkah itu, pihaknya mengklaim bahwa sangat logis Indonesia sudah sangat siap memasuki pasar global kayu-kayu yang dipanen secara legal. Dengan demikian, pihaknya berharap bahwa kesiapan Indonesia untuk mengekspor hanya kayu legal harus bersamaan dengan kesiapan negara-negara pengimpor untuk menerima produk kayu Indonesia yang bersertifikat legal, dan tanpa hambatan apapun.
‘’Adapun perkembangan terakhir yang saya terima dari Duta Besar (Dubes) Indonesia di Brussel, Belgia bahwa kesepakatan lmitraan sukarela (VPA) akan saya tandatangani dengan komisioner UE Bidang Lingkungan Hidup pada 30 September 2013,’’ ujarnya.
Dia menambahkan, setelah diterjemahkan ke dalam 22 bahasa di negara-negara anggota UE (selain Bahasa Inggris) , dan proses ratifikasi selesai, maka VPA sudah mengikat secara hukum bagi EU dan Indonesia. Dengan demikian, VPA sudah secara legal mengakui SVLK sebagai sebuah sistem yang menjamin legalitas kayu Indonesia. ‘’Dengan VPA, maka kayu Indonesia yang masuk UE tidak lagi memerlukan proses due diligent, artinya legalitas kayu yang dilengkapi sertifikat Indonesian Legal Wood yang sudah diakui,’’ tuturnya.
Sementara itu, kata Zulkifli, penerapan SVLK di Indonesia sudah mecapai kemajuan cukup menggembirakan. Sampai pertengahan Juli 2013, sebanyak 124 unit pengelola hutan alam disertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) yg didalamnya tercakup Verifikasi Legalitas Kayu (VLK). Sedangkan pengelolaan hutan tanaman dan kuasa pengelolaan hutan (KPH ) yang bersertifikat PHPL sudah mencapai 56 unit.
Menurutnya, saat ini antusiasme untuk memperoleh SVLK sudah tinggi. ‘’Sebanyak 23 unit pengelola hutan alam, 44 unit pengelola hutan tanaman, dan 19 unit hutan hak sudah mendapat SVLK. Adapun industri yang sudah SVLK ada sebanyak 701 uni,’’ ucapnya.
Lebih lanjut dia menjelaskan, data terbaru juga menunjukkan bahwa pemberlakuan SVLK terbukti tidak menurunkan volume maupun nilai ekspor produk kayu sebagaimana sering dikhawatirkan oleh sejumlah pihak. ‘’Itupun sebelum penandatanganan VPA dengan EU. Diharapkan, setelah penandatanganan VPA, justru volume ekspor bisa meningkat sejalan dengan peningkatan legitimasi kayuIndonesia di pasar dunia,’’ katanya.
Meski demikian, dia mengakui adanya SVLK bukan berarti semua masalah telah selesai. Oleh karena itu pihaknya meminta para pihak terkait untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan mekanisme agar permasalahan-permasalahan yang timbul di lapangan agar dapat diatasi dan kredibilitas SVLK tetap dijaga sebagai satu sistem yang telah dibangun cukup lama.
Adapun implemetasi SVLK di tingkat petani akan disediakan pembiayaannya oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut), termasuk bantuan biaya pengawasan (surveillance). Bantuan pembiayaan itu akan dihentikan ketika para petani sudah memanen hasil hutannya. ‘’Jadi kegiatan penebangan liar (illegal logging) dan perdagangan kayu ilegal (illegal timber trade) tidak terjadi lagi,’’ucapnya.
Dia menegaskan, hal ini semestinya menjadi perhatian khusus UE dan negara-negara pengimpor lainnya untuk tidak menampung kayu ilegal dari negara lain. Dengan demikian akan semakin terjamin bahwa hanya produk kayu dari bahan baku yang benar-benar legal yang disuplai ke pasar EU atau pasar global.