REPUBLIKA.CO.ID, PURWOKERTO--Ada pendapat berbunyi konvensi untuk memilih calon presiden sebenarnya tidak diperlukan. "Saya heran, pada saat seperti ini ada orang seperti kehabisan akal untuk mendapatkan sesuatu diperlukan konvensi-konvensi seperti itu untuk apa sebenarnya," kata Pengamat politik dari Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto, Profesor Rubijanto Misman di Purwokerto, Rabu (20/8).
Ia menyatakan khawatir model konvensi seperti itu akan kembali menjadi ajang tawar-menawar (bargaining). Menurut dia, pengalaman telah membuktikan bahwa kabinet yang dibuat berdasarkan koalisi berbuntut pada tawar-menawar.
"Buat saya, itu (konvensi, red.) pemikiran-pemikiran yang menyesatkan. Seorang pemimpin besar muncul dengan sendirinya. Artinya, dia berjiwa besar, mempunyai kemampuan, dan keberanian," kata mantan Rektor Unsoed Purwokerto.
Rubijanto mengatakan bahwa setiap tokoh yang maju dalam konvensi memiliki karakter yang berbeda-beda. Dalam hal ini, dia mencontohkan sejumlah tokoh yang maju dalam konvensi Partai Demokrat seperti Mahfud MD dan Pramono Edhie Wibowo.
Ia mengibaratkan kovensi itu seperti halnya mencocokkan karakter pemain dalam membentuk sebuah tim sepak bola. "Ini masalahnya berbicara masalah performance (prestasi) seseorang yang memiliki karakter berbeda-beda. Ada yang cukup berani, ada yang cukup bijak, ada juga yang punya wawasan luas," katanya.
Menurut dia, tidak mudah untuk menggandengkan karakter yang berbeda-beda karena masing-masing individu memiliki kemampuan tersendiri dan semua terbatas.
"Jadi, saya melihat (konvensi) kayaknya malah menyusahkan. Saya lebih memilih seseorang yang teruji rekam jejaknya," ujar Rubijanto. "Saya tidak ingin menunjuk seseorang, tapi ada beberapa orang yang kira-kira layak dijadikan pemimpin bangsa ke depan," kata dia menambahkan.