REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Slamet Effendy Yusuf mengatakan 12 nama yayasan yang diduga wahabi atau radikal hanya untuk memperingatkan umat.
"Untuk apa daftar itu diserahkan ke pemerintah? Nama-nama (yayasan) hanya untuk memperingatkan umat bahwa ada kelompok-kelompok yang alirannya fundamentalis atau cenderung keras," ujarnya, Jumat (23/8).
Slamet mengatakan, PBNU membuat daftar nama yayasan tersebut sebagai peringatan bagi masyarakat. Ia membantah daftar itu diserahkan ke pemerintah. "Masa umat melaporkan umat. Tidak bermaksud begitu," katanya yang juga Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Kerukunan Antarumat Beragama.
Ia mengaku selama ini hanya mendengar mengenai yayasan yang diduga radikal dari pidato dan tulisan Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj. Meski tidak menegaskan, ia menduga apa yang disampaikan Said adalah berdasarkan fakta.
Sebelumnya, kemarin Said Aqil Siradj menyerahkan data terkait dengan keberadaan 12 yayasan berpaham radikal kepada pemerintah untuk ditindaklanjuti. Ia merekomendasikan ke-12 yayasan itu agar dipantau atau bahkan gerakannya dibubarkan.
Dia menjelaskan 12 yayasan itu tersebar di beberapa daerah di Indonesia. Antara lain di Surabaya, Cirebon, Bondowoso, Bogor, Makassar, Bandar Lampung, Mataram, Jakarta, dan Sukabumi.
Menurut Said, yayasan-yayasan tersebut mengajarkan aliran Wahabi yang sebenarnya bukan radikal. Namun bila diartikan secara salah, justru bisa mengarah kepada teroris. Selain menyerahkan data itu kepada pemerintah, PBNU juga telah menginstruksikan kepada semua pengurus ranting, cabang, hingga wilayah untuk mewaspadai aliran itu.
Dihubungi terpisah, Wakil Ketua Umum PBNU Asad Ali mengaku belum mengetahui secara pasti mengenai hal tersebut. "Saya belum dengar. Mungkin orang NU secara pribadi yang mengirim (daftar nama itu)," ujarnya.