REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Kelompok kebebasan pers, Institut Pers Internasional (IPI), telah meminta militer Mesir untuk melepaskan Tahir Osman Hamde, Kepala Biro Kairo pada Kantor Berita Turki, Ihlas.
Dia ditangkap pada Selasa (20/8) setelah militer menyerbu kantornya di sebuah hotel di Kairo. Pasukan keamanan tersebut menyita komputer dan peralatan lainnya.
Seperti dikutip dari The Guardian, "Kami sangat mengkhawatirkannya karena ia tidak ada jejak" kata Ahu Kirimlioglu, manajer produksi kantor berita yang berbasis di London itu.
Pihak berwenang Mesir telah menolak untuk melepaskan informasi tentang Hamde. Wartawan ini merupakan warga negara Belanda sehingg Ihlas bekerja sama dengan Kedutaan Belanda untuk mengusahakan pembebasannya.
Koresponden penyiaran Turki lain, Metin Turan, telah ditahan sejak akhir pekan. Dia bekerja untuk penyiaran publik negara Turki, TRT (Turkish Radio and Television Corporation).
Anthony Mills, direktur komunikasi IPI, berbicara tentang pekerja media yang menjadi sasaran di Mesir. Dia mengatakan "hal itu melanggar norma-norma internasional."
Setidaknya, lima wartawan tewas dalam seminggu sejak pasukan militer Mesir membubarkan demonstran pendukung presiden terguling Muhammad Mursi.
Pada hari Senin, Tamer Abdel Raouf-, seorang koresponden surat kabar Al-Ahram, ditembak mati di sebuah pos pemeriksaan polisi di distrik utara Beheira.
Pembunuhan wartawan dimulai pada tanggal Rabu (14/8), hari pertama tindakan keras pemerintah untuk membubarkan masa Ikhwanul Muslim.
Penembakan pertama oleh tentara Mesir menewaskan Mick Deane, kameramen Sky News. Setelah itu, ada laporan tiga wartawan lainnya meninggal dalam insiden penembakan: Habiba Ahmed Abd Elaziz, Mosab el-Shami dan Ahmed Abdel Gawad.