REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA—Penembakan demi penembakan dan sebagian menewaskan anggota kepolisian dalam sebulan terakhir dinilai sebagai kegiatan terorisme. Meski belum jelas siapa dalang dibalik semuanya, polisi terus berupaya mengungkap dan melakukan sejumlah penangkapan.
Setidaknya dalam sepekan polisi menangkap delapan orang yang diduga terkait jaringan terorisme. Dari penangkapan di wiayah Cipayung, Jakarta Timur, dan Bekasi, Jawa Barat itu, polisi menyita sejumlah senjata api, rangkaian bom, dan ratusan amunisi.
“Ini jelas terorisme. Pesannya cukup sederhana, para pelaku mengirimkan sinyal kepada polisi bahwa mereka masih ada dan tetap berbahaya,” ujar Kriminolog senior Universitas Indonesia (UI) Thomas Sunaryo ketika dihubungi Republika, Sabtu (24/8).
Thomas menambahkan, cara penyampaian pesan seperti ini sudah barang tentu menjadi ancama serius. Tak hanya untuk kepolisian namun kepada masyarakat secara menyeluruh.
Ia berujar, bukan rahasia lagi saat ini teroris telah melabeli polisi sebagai musuh nomor satu mereka. Karena itulah, ia menegaskan kepolisian harus tetap bersiaga agar pengiriman ‘pesan-pesan’ selanjutnya tak pernah lagi dilakukan.
“Sebetulnya pelaku bisa siapa saja. Tapi ini bukan kriminal biasa. Kalau penjahat katakanlah maling, mereka itu takut sama polisi. Dalam kasus penembakan ini jelas, motifnya hanya ingin menghilangkan nyawa polisi, tentu ini sudah bentuk terorisme,” papar Thomas.
Thomas pun berharap agar polisi dapat segera menciduk para pelaku. Bila mereka terus diberi ruang dan waktu yang bebas, maka niscaya peristiwa serupa akan terus terulang.