REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Silang politik antara Ikhwanul Muslimin dan militer di Mesir, memasuki babak baru. Gelanggang konfrontasi kedua pihak kini berjalan lebih sistematis.
Militer Mesir mengencangkan propaganda perang terhadap IM dan pendukung Presiden terkudeta Muhammad Mursi, pascapemberangusan faksi Islam terbesar di Timur Tengah itu. Militer mahfum, perlawanan terhadap rezim sementara belum mencapai titik puncak.
Perburuan tokoh penting IM, tidak menjamin ketegangan politik akan berakhir. Apalagi tuntas. New York Times mengatakan, militer pun mulai menyebar jala politik ke kelompok Islamis moderat dan anti-Mursi.
Dalam analisisnya, New York Times menuturkan Panglima Militer Abdel Fattah el-Sisi memberikan badik politik bagi cendikiawan Muslim untuk 'membunuh' paham dan perlawanan politik IM. Militer menggandeng ulama moderat untuk memberi fatwa haram melawan pemerintah dan komandan keamanan negara yang dikomandoi militer.
Surat kabar ternama di Amerika Serikat (AS) itu menemukan banyak tayangan mirip iklan yang dikemas dalam bentuk tayangan agamis di semua saluran televisi Mesir, dengan menampilkan tokoh agama dan ulama. Anehnya, tayangan tersebut menempatkan Departemen Militer sebagai sponsor.
"Mereka (IM dan Mursi) para agresor. Mereka tidak dihormati di sini," kata Salem Abdel Galil, Senin (26/8).
Abdel Galil adalah bekas pejabat yang mengurusi persoalan agama dan rumah ibadah ketika Husni Mubarak menjabat sebagai presiden. Pernyataan tokoh agama senior ini mengimbangi desakan IM tentang perlawanan rakyat Mesir terhadap rezim sementara.
IM bagi Abdul Galil adalah faksi pemaksa di dalam kultur keberagaman di Mesir. "Jika mereka tetap seperti ini, mereka tidak bisa diterima. Kita tetap harus menggunakan akal dan logika," tuturnya.