REPUBLIKA.CO.ID, RIYADH -- Arab Saudi dilaporkan diam-diam menawarkan Rusia kesepakatan untuk mengendalikan pasar minyak global dan menjaga kontrak gas jika parlemen Rusia mendukung penggulingan rezim Bashar Al-Assad di Suriah. Informasi itu bocor dari transkrip pertemuan tertutup antara Presiden Rusia Vladimir Putin dan Pangeran Arab Bandar bin Sultan.
Pangeran Bandar, kepala intelijen Saudi, diduga membujuk sekaligus mengancam Kremlin, parlemen Rusia, untuk membantu upaya memecahkan kebuntuan atas Suriah. "Mari kita periksa bagaimana menyusun strategi Rusia-Saudi tentang masalah minyak. Tujuannya adalah untuk menyepakati harga minyak dan jumlah produksi yang menjaga harga minyak stabil di pasar global," ujar Bandar dalam pertemuan empat jam dengan Putin seperti dikutip The Telegraph edisi Senin (26/8).
Pertemuan itu digelar tiga pekan lalu. "Kami memahami minat besar Rusia dalam minyak dan gas di Mediterania dari Israel ke Siprus. Kita juga memahami pentingnya pipa gas Rusia ke Eropa. Kami tidak tertarik bersaing dengan itu. Kita dapat bekerja sama di daerah ini," katanya mengungkapkan.
Pangeran Saudi mengaku berbicara dengan dukungan penuh dari AS. Pembicaraan itu muncul untuk menawarkan sebuah aliansi antara kartel OPEC dan Rusia. Mereka memproduksi lebih dari 40 juta barel minyak per hari atau 45 persen dari produksi global.
Langkah itu dinilai dapat mengubah peta strategis pasar minyak dunia. Perincian pembicaraan pertama kali bocor ke pers Rusia. Sebuah versi yang lebih perinci muncul di surat kabar AS-Safir Lebanon yang memiliki hubungan dengan Hizbullah dan bermusuhan dengan Saudi.
Sementara itu, negara Barat tengah mempertimbangkan untuk intervensi militer ke Suriah. Hal itu dilakukan setelah ada dugaan serangan senjata kimia di Suriah. Negara Barat menuduh militer Presiden Bashar al-Assad yang melakukan serangan. Namun, Assad dengan tegas membantah keterlibatannya dalam serangan gas beracun yang dikabarkan menewaskan ribuan orang.