REPUBLIKA.CO.ID, MUMBAI -- Nilai tukar rupee India terhadap dolar Amerika Serikat (AS) memaksa sejumlah perusahaan menaikkan harga barang. Hal ini dilakukan untuk menekan kerugian akibat tingginya beban yang harus dibayarkan.
Semester kedua 2013 merupakan hari-hari berat bagi perusahaan konsumer India yang mengandalkan musim liburan untuk memacu penjualan. Konsumen India yang belajar dari krisis 2008, kini mengunci dompet dan membuat perusahaan menderita karena penurunan penjualan.
Perusahaan yang terpaksa menaikkan harga barang rata-rata adalah perusahaan yang mengimpor barang jadi atau bahan baku. Mereka adalah perusahaan yang mendapatkan dampak paling parah atas pelemahan nilai tukar rupee India.
"Kami berusaha membuat (penjualan) terbaik untuk satu sampai tiga bulan ke depan. Meskipun tidak seperti enam bulan atau satu tahun sebelumnya," ujar Wakil Presiden untuk urusan Perusahaan dan Strategi Whirlpool India Shantanu Dasgupta, seperti dilansir laman Reuters, Rabu (28/8). Whirlpool Corp adalah perusahaan pembuat alat rumah terbesar di dunia.
Sejak awal tahun, rupee India telah jatuh hingga 17 persen. Nilai tukarnya mencapai titik terendah sepanjang sejarah menjadi 66,30 rupee per dolar AS, Selasa (27/8). Rupe seolah menolak sejumlah intervensi yang dilakukan bank sentral. "Pekan lalu kantor kami bekerja dengan harga (rupee per dolar AS) 62 rupee. Sekarang sudah 64 rupee dan sepertinya akan tertekan menjadi 67 rupee," ujar Kepala Bisnis perusahaan pembuat televisi Videocon Industries HS Bhatia.
Videocon berencana menaikkan harga 4-5 persen dalam beberapa hari mendatang. Perseroan mengaku ini merupakan kenaikan harga yang kedua kalinya tahun ini. Perseroan tidak dapat berbuat apa-apa karena nilai tukar terus terdorong ke level terendah.
Masyarakat India tidak hanya mengurangi konsumsi mereka di barang-barang mewah dan bermerek seperti pakaian, televisi dan lemari pendingin, tetapi bahkan staples, sabun, dan kosmetika. Sebuah rurvei dari Asosiasi Kamar Dagang dan Industri pada Juni menemukan tagihan bulanan kelas menengah melonjak 15-20 persen. Survei tersebut juga menunjukkan penurunan penjualan di restoran bintang lima dan restoran mahal akibat naiknya harga bahan makanan impor.
Pembuat barang konsumen seperti sabun, sampo juga mengerang. Hindustan Unilever Ltd membukukan volume penjualan yang lebih rendah pada periode Juni. "India menjadi saksi perlambatan ekonomi dan di satu kuartal terakhir dampaknya begitu terasa," ujar Direktur Eksekutid Penjualan dan Pengembangan Pelangan Hindustan Unilever Manish Tiwary.
Pengencer pakaian Provogue India Ltd bahkan terpaksa menutup beberapa toko miliknya dalam 12 bulan terakhir. Perseroan bergerak hati-hati dalam berekspansi dan hanya berfokus pada toko waralaba yang dioperasikan.