Kamis 29 Aug 2013 17:02 WIB

Jumhur: Hukuman Mati TKI Walfrida Soik Tidak Masuk Akal

Rep: Fenny Melisa/ Red: Dewi Mardiani
Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat (kiri).
Foto: Antara/Ujang Zaelani
Kepala BNP2TKI, Jumhur Hidayat (kiri).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Jumhur Hidayat, menilai ancaman hukuman mati oleh Mahkamah Tinggi Malaysia kepada TKI Walfrida Soik merupakan tindakan yang tidak masuk akal. Menurutnya ancaman hukuman mati tersebut tidak adil mengingat Walfrida merupakan korban perdagangan manusia.

Ia mengatakan kasus hukuman mati bagi Walfrida Soik jangan hanya dilihat dari persoalan teknis hukum material saja. Namun, juga perlu dilihat lebih jauh sebagai korban perdagangan manusia. “Saya meminta Walfrida  dibebaskan dari ancaman hukuman mati,” kata Jumhur pada keterangan pers, Kamis (29/8).

Lebih lanjut Jumhur menyatakan, penempatan PLRT (Penatalaksana Rumah Tangga) yang dilakukan perseorangan tanpa melalui PPTKIS yang dikontrol pemerintah merupakan bentuk perdagangan manusia. Jumhur menyayangkan pemerintah Malaysia yang masih saja menerima dan memberikan visa kerja kepada para korban perdagangan manusia tersebut.

Jumhur menyebut, jumlah pemberian visa ini diperkirakan bisa mencapai lebih dari 100 ribu orang. “Artinya Pemerintah Malaysia bisa dikatakan turut serta dalam tindakan kriminal perdagangan manusia ini,” kata dia.