REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Uang sebesar 200 ribu Dolar AS yang disita tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di ruang kerja Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Waryono Karno diduga memiliki nomor seri yang sama dengan uang sebesar 400 ribu Dolar AS yang disita dari rumah tersangka yang juga Kepala SKK nonaktif, Rudi Rubiandini.
"Justru itu yang menarik, salah satu pertimbangannya itu. Tapi, tanpa itu pun sesungguhnya ini ditemukan duit dalam jumlah dan jenis yang ada di kantor itu kan menjadi hal yang patut dikembangkan dalam proses-proses penyidikan," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas yang ditemui di kantor KPK, Jakarta, Kamis (29/8).
Menurut Busyro, adanya kesamaan nomor seri pada uang tersebut merupakan perkembangan yang menarik. Ia mengatakan kalau dulu dikatakan oleh Menteri ESDM Jero Wacik bahwa ratusan ribu dolar AS itu biaya operasional, penemuan itu justru semakin menarik.
Busyro menambahkan pemeriksaan terhadap Waryono dan Jero sangat diperlukan untuk mengkonfirmasikan adanya penemuan uang di kantor Waryono. Namun terlebih dahulu akan dilakukan pemeriksaan terhadap Waryono, baru kemudian penyidik mempertimbangkan untuk memeriksa Jero.
Busyro mengakui adanya keterkaitan antara penemuan uang 200 ribu Dolar AS dengan Waryono Karno dengan pernyataan Jero yang menyatakan uang itu merupakan uang operasional. "Pada saatnya, kami akan periksa (Jero Wacik) supaya tahu jeroannya," sindir Busyro.
Adanya dugaan suap diberikan dari pihak lain selain Kernel Oil Ple Ltd Indonesia, juga menurutnya sangat memungkinkan. Sedangkan untuk penerima suap lainnya, ia juga meyakini Rudi Rubiandini bukanlah penyelenggara negara satu-satunya.
Bukti-bukti yang didapatkan penyidik akan memberikan petunjuk ke arah mana pihak penerima suap lainnya. Mengenai kemungkinan pengembangan kasus suap ini untuk menjerat Rudi dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), hal itu juga sangat dimungkinkan.
"Kemungkinan itu ada tapi harus berbasis pada bukti-bukti yang harus kita temukan. Kalau dari bukti-bukti yang kita temukan tidak ada dasar untuk ke sana ya kita tidak akan menerapkan," jelas Busyro.