Kamis 29 Aug 2013 20:47 WIB

Pengamat: Awal Rancangan Demokrasi Mesir Sudah Salah

Rep: Mg14/ Red: A.Syalaby Ichsan
 Para pengunjuk rasa pendukung Presiden Muhammad Mursi meneriakkan slogan  melawan militer Mesir dalam aksi unjuk rasa di dekat masjid Al-Nour di Kairo, Jumat (23/8).   (AP/Manu Brabo)
Para pengunjuk rasa pendukung Presiden Muhammad Mursi meneriakkan slogan melawan militer Mesir dalam aksi unjuk rasa di dekat masjid Al-Nour di Kairo, Jumat (23/8). (AP/Manu Brabo)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Politik Timur Tengah Novriantoni Kahar berpendapat rancangan demokrasi Mesir sejak awal sudah salah. Mesir melakukan pemilu terlebih dahulu  kemudian membentuk konstitusi.

“Akhirnya ribut soal mayoritariatisme dan lain sebagainya” ujar Novriantoni kepada RoL setelah berdiskusi “Krisis Mesir dan Pengaruhnya terhadap Indonesia” di Audiotorium Nurcholis Madjid Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis (29/8).

Ia menjelaskan, demokrasi Mesir seharusnya diawali dengan para elit duduk bersama dan merumuskan konsitusi. Dengan proses demokrasi yang sekarang tengah terjadi di Negeri Piramida, ujarnya, jika tidak ada kasus kudeta militer terhadap Mursi maka konstitusi tidak akan ideal.

“Rumusan konsitusi lewat Komisi-50 itu akan ideal’ tegas Alumni Mahasiswa Al-Azhar ini.Tetapi karena sudah ada luka, ungkapnya, dalam soal kudeta militer terhadap Mursi, maka hal ini akan menjadi masalah nantinya. Terkecuali dapat dijaga dengan kekerasan. 

Novriantoni memperkirakan keadaan demokrasi Mesir akan tetap seperti ini jika tidak ada teknik-teknik rekonsiliasi yang baik. Rekonsiliasi ini berupa konvensi-konvensi.

“Oke, Mursi dibebaskan. Kemudian mereka dipersilakan ikut pemilu. Tetapi dengan catatan tidak mempunyai dasar keagamaan dalam soal partainya” ujarnya.

Kompromi bisa terjadi, tegasnya, terkadang demokrasi harus melupakan apa yang terjadi di masa lalu (tragedi Raba dan Nahda). Proses-proses seperti akan menjadi penting nantinya,“Mungkin orang mengatakan jangan dilupakan tetapi forgive not forgotten,” ujar Novrianto.

 Menurutnya, tragedi Raba akan menjadi narasi besar Ikhwanul Muslimin untuk menentang kaum militer di waktu mendatang. 

 

 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement