REPUBLIKA.CO.ID, JOHANNESBURG -- Presiden Afrika Selatan (Afsel), Jacob Zuma, Kamis (29/8), menyampaikan keprihatinan mengenai serangan terhadap Suriah, dan mengatakan cara militer takkan membantu menyelesaikan krisis di negara Arab tersebut.
"Afrika Selatan tak percaya bahwa membom rakyat yang sudah menderita dan prasarana Suriah, yang sudah berantakan, akan memberi sumbangan bagi penyelesaian yang berkesinambungan," kata Zuma kepada wartawan di Pretoria setelah bertemu dengan Presiden Sao Tome dan Principe Manuel Pinto da Costa, yang sedang berkunjung.
Amerika Serikat dan Inggris telah mengancam akan melancarkan serangan rudal terhadap Suriah sebagai tanggapan atas serangan kimia yang diduga menewaskan ratusan orang di pinggiran Damaskus pekan lalu. Satu tim pemeriksaan PBB saat ini sedang menyelidiki dugaan tersebut.
"Kami prihatin oleh retorika yang mengarah kepada kemungkinan campur tangan militer," kata Zuma, sebagaimana dikutip dari Xinhua, Jumat (30/8). Ia menyaakan setiap serangan militer terhadap Suriah tanpa persetujuan Dewan Keamanan PBB akan menjadi pelanggaran besar terhadap hukum internasional dan secara berbahaya merusak ketenangan internasional.
Hanya DK PBB yang dapat mengeluarkan mandat bagi penggunaan kekuatan militer dalam kondisi tertentu setelah campur tangan lain gagal, kata Zuma. Zuma memperingatkan DK PBB tak boleh digunakan untuk mengesahkan campur tangan militer dengan tujuan perubahan rezim.
"Kami mendorong semua pihak yang terlibat dalam konflik saat ini di Suriah agar terlibat dalam proses dialog nasional yang melibatkan semua pihak, bebas dari bentuk kekerasan apa pun, intimidasi atau campur tangan asing dengan tujuan perubahan rezim," kata Zuma.