NEW YORK -- Hari ini adalah Hari Internasional tahunan PBB bagi Para Korban Penghilangan Paksa.
Ini adalah hari untuk menyoroti nasib orang-orang yang dipenjarakan di tempat-tempat yang tidak diketahui sanak keluarga atau pengacara mereka.
Di tahun 2006, PBB mengesahkan suatu deklarasi mengenai Perlindungan Semua Orang dari Penghilangan Paksa. Sejauh ini, 55 negara telah menandatangani deklarasi itu, tapi hanya 14 yang meratifikasinya.
Diperkirakan sekitar 30 negara mempraktikkan pemenjaraan rahasia, dan Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia telah mencatat kira-kira 46,000 kasus orang yang hilang dalam situasi yang tidak jelas.
Marianne Pecassou dari Komite Palang Merah Internasional di Jenewa, mengatakan, tanggal 30 Agustus ditetapkan sebagai hari untuk mengakui kesedihan sanak keluarga dari orang-orang yang hilang dan agar para korban tidak dilupakan.
Penghilangan paksa membuat seseorang terenggut dari perlindungan hukum. Penghilangan paksa melanggar banyak hak yang dijamin berdasarkan Perjanjian Internasional mengenai Hak-Hak Sipil dan Politik. Sam Zarifi, Direktur Asia dari International Commission of Jurists, mengatakan, ini adalah salah-satu bentuk pelanggaran HAM yang terburuk.
"Negara menculik seseorang, tapi negara membantah menahan orang itu dan tidak mau memenuhi kewajibannya untuk memastikan bahwa seseorang yang telah ditahan harus dikenai dakwaan dan diadili dengan selayaknya," katanya.
Perang melawan teror pimpinan AS di tahun 2001 telah digunakan oleh banyak negara sebagai alasan untuk menahan di tempat-tempat rahasia mereka yang dianggap sebagai teroris atau dipandang sebagai ancaman terhadap keamanan nasional.
Sam Zarifi mengatakan, meskipun suatu negara mempunyai kewajiban untuk melindungi warganya dari aksi kekerasan dan pemberontakan, namun negara itu tidak boleh bertindak di luar hukum.
Zafiri berpendapat, negara yang melakukan pemenjaraan rahasia berarti mengakui bahwa proses hukumnya tidak berjalan dengan effektif. ''Ini tidak berarti bahwa semua yang dihilangkan paksa tidak bersalah, ''katanya.
Marianne Pecassou dari Komite Palang Merah Internasional di Jenewa mengatakan, orang-orang yang dipenjarakan di tempat rahasia bukan satu-satunya korban.