REPUBLIKA.CO.ID, LANGKAT, SUMATERA UTARA -- Warga Jawa di Kabupaten Langkat Sumatera Utara menggelar Festival Kuda Lumping. Festival ini diikuti puluhan peserta dari 23 kecamatan se-Langkat.
"Festival kuda lumping ini untuk melestarikan budaya di perantauan," kata ketua panitia pelaksana kegiatan Pujianto di Stabat, Minggu.
Ia menjelaskan festival itu digelar untuk melestarikan kesenian Jawa yang ada agar terus diminati dan dicintai oleh generasi muda, terutama generasi muda dari suku Jawa. Selain itu, festival juga untuk menghibur warga Langkat dengan keberagaman etnis yang ada di daerah itu.
Politisi Partai Golongan Karya itu menambahkan, kesenian kuda lumping ini juga kerap tampil di acara tertentu seperti pesta perkawinan, hari besar nasional, pesta khitanan.
Kuda lumping yang juga disebut jaran kepang atau jathilan adalah tarian tradiisional khas etnis Jawa, yang menampilkan sekelompok prajurit sedang menungang kuda yang terbuat dari bambu yang dianyam yang dipotong menyerupai bentuk kuda. Selain itu juga kuda anyaman ini dihiasi dengan cat dan kain beragam warna.
"Biasanya tarian kuda lumping menyuguhkan atraksi kesurupan, kekebalan dan kekuatan magis seperti atraksi makan beling (kaca), kekebalan tubuh terhadap deraan pecut (cambuk)," katanya.
Meskipun tarian ini berasal dari Jawa, tapi kini sudah menyebar dan berkembang di Kabupaten Langkat dan bahkan di luar negeri.
Menurut sejarah, tari kuda lumping ini merupakan bentuk apresiasi dan dukungan rakyat jelata terhadap pasukan berkuda Pangeran Diponegoro dalam menghadapi penjajahan Belnada.
Ada versi yang menyebutkan bahwa tari kuda lumping menggambarkan kisah perjuangan Raden Patah yang dibantu Sunan Kalijaga melawan penjajahan Belanda.
"Terlepas dari asal usul dan nilai historisnya, tari kuda lumping mereflesikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri," katanya.
Hal ini terlihat dari gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda ditengah eperangan.