Ahad 01 Sep 2013 13:48 WIB

'Pemda Perlu Perkuat Kelembagaan Dewan Pengupahan Daerah'

Rep: Fenny Melisa/ Red: Djibril Muhammad
Menakertrans RI, Muhaimin Iskandar (kanan),
Foto: Edwin Dwi Putranto/Republika
Menakertrans RI, Muhaimin Iskandar (kanan),

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Menakertrans) Muhaimin Iskandar meminta pemerintah daerah (pemda) tingkat provinisi, kabupaten/ kota di seluruh Indonesia agar memperkuat keberadaan Dewan Pengupahan Daerah secara kelembagaan.

 

Hal ini perlu dilakukan sebagai persiapan menjelang pembahasan Upah Minimum Provinsi (UMP) yang nantinya akan direkomendasikan kepada gubernur sebagai bahan pertimbangan dalam penetapan UMP di wilayahnya.

 

"Pembahasan penetapan upah minimum tahun depan harus dipersiapankan dengan matang. Oleh karena itu, saya minta agar Pemda benar-benar memperkuat kelembagaan dewan pengupahan di wilayahnya," kata Muhaimin pada keterangan pers yang diterima Republika, Ahad (1/9).

 

Muhaimin mengatakan keanggotaan dewan pengupahan yang terlibat dalam pembahasan UMP harus tetap memperhatikan keterwakilan keanggotaan unsur pemerintah, serikat pekerja (SP)/ serikat buruh (SB) dan pengusaha yang merepresentasikan SP/ SB dan pengusaha setempat.

 

Dalam prosesnya, pembahasan UMP/ UMK ini diusulkan dewan pengupahan masing-masing daerah yang terdiri dari perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan pihak ahli/ pakar, pengamat dan pihak akademisi.

 

"Jadi dalam pembahasan UMP/UMK di tingkat dewan pengupahan, semua unsur terkait  harus menyampaikan aspirasi dan keinginannya. Para pekerja melalui perwakilan serikat pekerja dapat menyampaikan usulannya, sebaliknya para pengusaha dapat menyampaikan usulannya," kata Muhaimin menjelaskan.

 

Menurut data Kemnakertrans, di tingkat provinsi, seluruh 33 Provinsi telah memiliki Dewan Pengupahan Provinsi (Depeprov) sedangkan dari 492 kabupaten/ kota yang ada di Indonesia, baru tercatat 229 kabupaten/ kota yang telah memiliki Depekab/ Depeko) sedangkan sisanya sebanyak 263 belum memiliki dewan pengupahan Lebih lanjut Muhaimin menyatakan dalam rekomendasi kenaikan UMP, nantinya harus berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS).

Survei dari BPS tersebut diserahkan kepada dewan pengupahan untuk dijadikan rekomendasi penetapan UMP. Agar survei itu obyektif maka pemerintah meminta survey terhadap besaran komponen Kebutuhan Hidup layak (KHL). Hal tersebut dilakukan melalui BPS untuk menyesuaikan dengan kondisi yang real.

"Jadi tidak ada lagi survey versi buruh atau pengusaha lagi," kata Muhaimin.

 

Muhaimin mengatakan penentuan UMP tersebut harus didasarkan dari beberapa aspek yakni KHL, pertumbuhan ekonomi, inflasi, produktivitas dan kemampuan perusahaan

Selain itu, Muhaimin menjelaskan, kebijakan kenaikan UMP baiknya tidak memberatkan kepada dunia usaha, sehingga tidak mengakibatkan kebangkrutan dan terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerja/ buruh.

 

"Untuk menghidarkan PHK, dalam waktu dekat Presiden akan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres)," ujarnya.

Muhaimin menuturkan kenaikan UMP 2014 nantinya berdasarkan besaran inflasi maksimal. Ia menjelaskan kenaikan 10 persen plus inflasi diberlakukan untuk perusahaan secara umum/ padat modal, sementara untuk perusahaan padat karya dan menengah kenaikan 5 persen plus inflasi.

 

"Hal ini menyangkut perlindungan perusahaan padat karya agar upah benar-benar realistis karena kebutuhan bukan karena tekanan dari berbagai pihak" kata Muhaimin.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement