REPUBLIKA.CO.ID, DIYALA -- Serangan mematikan terjadi di wilayah perbatasan Irak dan Iran, Ahad (1/9). Puluhan orang dikabarkan tewas setelah mortar menyasar sebuah kamp perlindungan kelompok anti-Republik Islam Iran di Kamp Ashraf. Serangan di Provinsi Diyala, Irak ini adalah terparah pascatumbangnya rezim Presiden Sadam Hussein di Baghdad.
Kelompok Mujahidin el- Khalq (MEK) mengklaim, tidak kurang dari 50 kelompoknya tewas dalam serangan tersebut. Sedangkan ratusan lainnya mengalami cedera. Angka tersebut masih simpang siur menyusul belum adanya penyelidikan dari kepolisian setempat.''Pasukan keamanan yang datang menyerbu kami,'' kata Juru Bicara MEK Shahin Gobadi, kepada AP dan dilansir Washington Post, Senin (2/9).
Kelompok ini pun menuduh pasukan keamanan Irak sebagai pelaku serangan. ''Beberapa dari kami ditembak dengan senapan mesin dengan tangan terikat,'' sambung dia.
Kamp Ashraf adalah pemukiman sementara bagi pengungsi kelompok separatis Iran, MEK. Kamp di sebelah timur Kota Baghdad itu dilindungi oleh PBB dan dirikan pada 1980-an. Puluhan ribu kepala keluarga berada ditempat tersebut. Kebanyakan dari mereka adalah anggota MEK.
Kelompok MEK ini berbasis di Paris, Prancis, dan dikabarkan punya anggota paramiliter tidak kurang dari tiga ribu personil di sepanjang perbatasan Irak-Iran. Kelompok ini berafiliasi dengan Organisasi Mujahidin Rakyat Iran (PMOI) gerilyawan utama yang menolak rezim ulama di Teheran.
Rezim Saddam memelihara PMOI dan MEK di Kamp Ashraf untuk pembuka serangan darat ke Iran dalam Perang Teluk. Konfrontasi Irak dan Pasukan NATO membuat Amerika Serikat (AS) memasukkan kelompok ini ke dalam organ terorisme dan dituduh melakukan perlawanan. Tumbangnya Saddam membuat perlawanan kelompok tersebut melemah. Pada 2012 Departemen Luar Negeri AS menghapus PMOI dan MEK sebagai organisasi terorisme.