REPUBLIKA.CO.ID, TOKYO -- Jepang menggelontorkan dana tidak kurang dari 500 juta dolar atau setara dengan Rp 5,6 triliun menyusul kebocoran reaktor Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima. Penggelontoran dana menjadi langkah turun tangan pemerintah pertama terkait krisis nuklir di negeri tersebut.
Kepala Sekertaris Kabinet Yoshihide Suga mengatakan, dana tersebut sesuai dengan janji Perdana Menteri Shinzo Abe. Parlemen juga menyetujui dana taktis tersebut, Selasa (3/9). "Dunia telah mengawasi kita (Jepang) atas insiden di Fukushima," kata dia seperti dikutip Reuters, Selasa.
Suga menjelaskan, dana tersebut dialokasikan murni untuk penanganan kebocoran. Pemerintah merekomendasikan untuk membangun sebuah lantai di bawah tanah untuk membatasi kedalaman penyerapan air terpapar radioaktif di areal fasilitas nuklir. Selain itu pengalaman kali ini membawa visi baru bagi operator PLTN Fukushima, Tokyo Electric Power Co (Tepco).
Sebagain dana tersebut, dikatakan Suga juga diperuntukan untuk pembenahan sistem pengelolaan air pendingin reaktor yang lebih aman. "Pendanaan didapat dari anggaran darurat negara," ujar Suga.
Tangki air berkapasitas 300 ton pendingin reaktor nuklir mengalami kebocoran. Air terpapar radioaktif tersebut menetes keluar tangki dan membasahi pertanahan sekitar. Kebocoran tersebut terus membesar sejak dua pekan terakhir.
Tepco akhir pekan lalu mengumumkan tetesan air terpapar semakin kencang. Kekhawatiran kian mencemaskan lantaran fasilitas pembangkit listrik utama tersebut dekat dengan lautan lepas dan mengancam kematian. Insiden kali ini mendesak pemerintah turun tangan.
Menteri Perekonomian Jepang Akira Amari mengatakan, alokasi anggaran kali ini adalah bantuan pertama. Parahnya kebocoran membuat pemerintah ragu persoalan Fukushima tuntas dalam waktu sebentar. Amari meyakini, pendanaan akan terus dilakukan.
"Kami akan membutuhkan waktu yang lama untuk perbaikan. Bahkan puluhan tahun, tergantung teknologi yang akan digunakan," ujar dia.
Namun Amari mengatakan, persoalan dana tidak perlu dipersoalkan. Ia menegaskan agar kelompok oposisi di parlemen tidak menjadikan tragedi Fukushima sebagai batu sandungan bagi pemerintahan sekarang. "Dana ini untuk keselamatan bersama. Negara harus turun tangan untuk keselamatan publik ini," tambah dia.