REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan pedagang kaki lima (PKL) Tanah Abang kini telah memiliki tempat berjualan baru di Pasar Blok G. Di tempat ini, pedagang merasa lega karena terbebas dari preman.
Pedagang bernama Dewi menuturkan, saat masih berjualan di jalan harus membayar biaya Rp 400 ribu per bulan ke preman untuk sewa lapak. Menurut dia, telat sehari saja membayar sewa, maka pedagang akan diusir.
"Dia enggak mau tahu kita punya uang atau enggak. Ya namanya orang jualan kan kadang laku kadang enggak," ujar pedagang gorden itu kepada Republika, Rabu (4/9).
Tak hanya itu, lanjut Dewi, setiap hari selalu ada saja preman lain yang memalak uang mulai dari Rp 5.000 hingga Rp 10 ribu setiap lapak pedagang. Namun karena ingin tetap berdagang, dia dan teman-temannya terpaksa mengeluarkan uang yang tidak sedikit tersebut.
Saat Ramdhan, sambung dia, para preman itu juga meminta THR kepada pedagang. Ramadhan tahun lalu, ia pun harus rela memberikan empat pasang gorden dagangannya kepada preman yang meminta jatah. "Ya ikhlas enggak ikhlas, deh," katanya.
Kemudian, setelah lebaran, bagi PKL yang ingin tetap berjualan diharuskan membayar biaya daftar ulang sebesar Rp 700 ribu.
Dengan biaya yang mahal tersebut, para preman bisa mendapatkan ratusan juta tiap bulan tanpa bekerja. Bahkan, ujarnya, ada preman yang sanggup pergi haji.
Maka, tak heran ketika pemerintah ingin merelokasi PKL ke Pasar Blok G, para preman mengkoordinasi PKL untuk melakukan aksi penolakan. Dia sendiri mengaku hanya mengenali wajah tanpa tahu siapa nama preman yang mengaku menjadi pengurus PKL tersebut.
Dewi dan semua pedagang lain kini bersyukur bisa berdagang di Pasar Blok G. Selain tempat yang lebih nyaman, ia dan kawan-kawannya kini bisa mencari rejeki lebih tenang karena telah terbebas dari preman.