REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON – Para petani di sejumlah kecamatan di Kabupaten Cirebon mengeluhkan limbah batu alam yang mencemari saluran irigasi sawah milik mereka. Limbah tersebut membuat produktivitas padi milik mereka turun.
Adapun sejumlah kecamatan yang areal tanaman padinya tercemar limbah tersebut, di antaranya Kecamatan Dukuhpuntang dan Palimanan. Daerah-daerah itu mendapat pengairan dari aliran sungai yang tercemar limbah batu alam.
"Air limbah batu alam membuat kesuburan tanah menjadi berkurang sehingga produksi padi otomatis turun," ujar Kepala Balai Penyuluhan Pertanian Peternakan Perikanan dan Kehutanan (BP3K) Palimanan Cirebon, Sunira, Kamis (5/9).
Lahan pertanian di Kecamatan Palimanan sebenarnya mampu menghasilkan gabah sekitar delapan ton per hektare. Namun, akibat tercemar limbah batu alam, gabah yang dihasilkan hanya sekitar lima ton per hektare.
Sunira mengungkapkan, agar tanaman padi tetap bisa menghasilkan produksi, para petani akhirnya menggunakan pupuk organik.
Dia mengatakan, pupuk organik tersebut mampu membantu kesuburan tanah yang rusak akibat limbah batu alam.
Seorang petugas penyuluh pertanian dari Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan dan Kehutanan Cirebon, Mulyo, menambahkan, selain merusak kesuburan tanah, limbah batu alam juga menyebabkan saluran irigasi menjadi dangkal. Karenanya, saluran irigasi harus sering dikeruk karena rawan banjir di musim hujan.
"Kami berharap para pengusaha batu alam mengolah limbahnya dulu sebelum membuangnya ke sungai," tutur Multo.
Dalam kesempatan terpisah, Kepala Dinas Pertanian, Peternakan, Perkebunan, dan Kehutanan Kabupaten Cirebon, Ali Efendi, membenarkan dampak buruk limbah batu alam terhadap tanaman padi.
Menurut dia, limbah tersebut membuat produktivitas padi menjadi berkurang. "Ya turun, bahkan penurunannya bisa hampir separuhnya," kata Ali.
Ali menjelaskan, penurunan produktivitas padi itu terjadi akibat tertutupnya pori-pori tanaman padi oleh limbah batu alam. Menurut dia, pori-pori tanaman yang tertutup menjadi tidak dapat tumbuh dan berkembang secara optimal.
Ali mengatakan, limbah batu alam itu berasal dari ratusan pabrik industri pengolahan batu alam yang banyak beroperasi di Kabupaten Cirebon. Limbah sisa pengolahan dari pabrik-pabrik tersebut selama ini langsung dibuang ke sungai.
"Aliran sungai yang sudah tercemar itulah yang kemudian masuk ke areal persawahan milik petani," kata ujar Ali.
Seperti diketahui, industri batu alam banyak tersebar di beberapa lokasi, di antaranya Desa Kepuh, Bobos dan Balad, Kecamatan Dukuhpuntang. Para pemilik industri batu alam itu biasanya menempati lahan di pinggir jalan yang berdekatan dengan aliran sungai.
Selama proses produksi batu alam berjalan, keberadaan air sungai sangat dibutuhkan. Hal itu terutama untuk proses pemotongan batu alam supaya tidak menghasilkan debu yang beterbangan ke udara.
Namun, air bekas pemotongan batu alam itu langsung dibuang ke sungai. Akibatnya air sungai menjadi tercemar dengan warna abu-abu keruh dan pekat seperti warna semen. Air yang sudah tercemar itulah yang kemudian masuk ke saluran irigasi milik petani.