Senin 09 Sep 2013 14:49 WIB

Produsen Tahu-Tempe Desak Turunkan Harga Bahan Baku

Rep: Edi Setiyoko/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Seorang pekerja menimbang kedelai di gudang penyimpanan. (ilustrasi)
Foto: Antara/Arif Firmansyah
Seorang pekerja menimbang kedelai di gudang penyimpanan. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, SUKOHARJO -- Ratusan perajin tahu dan tempe di Kartasura, Kabupaten Sukoharjo mewujudikan aksi yang telah diagendakan di bundaran Tugu Kartosuro, Senin (9/9). Mereka menuntut pemerintah menurunkan harga bahan baku kedelai yang mencapai Rp 9.500 menjadi Rp 7.000 per kg.

Dalam aksi tersebut ratusan massa membawa berbagai poster sembari membunyikan beragam suara dengan memukul-mukul perabot dapur sebagai tanda protes. ''Pokonya, pemerintah harus tegas, segera turun tangan agar kenaikan harga kedelai tidak semakin menggila,'' teriak seorang peserta unjukrasa lewat pengeras suara, megaphone.

Akibat aksi tersebut arus lalu lintas di pertigaan simpang tugu macet. Kendaraan dari arah Boyolali (Semarang), Klaten (Yogyakarta) dan Kartosuro (Solo) terganggu. Namun, berkat bantuan personil Satlantas PPolres Sukoharjo, kemacetan lalu-lintas berhasil diurai.

Massa setelah melakukan orasi di bundaran, dilanjutkan ke Kantor Kecamatan Kartasura. Mereka juga akan menyampaikan aspirasi terkait dengan harga kedelai kepada aparat pemerintah kecamatan di sana.

''Membuat tahu dan tempe adalah mata pencaharian dan sumber penghidupan kami. Kalau pemerintah peduli menurunkan harga kedelai, sama artinya membiar pengusaha kecil bangkrut,'' ujar Wanto salah satu koordinator aksi.

Joko Jumari, Ketua Paguyuban Pengrajin Tahu Sumber Rejeki Purwogondo, Kartasura, mengatakan, saat ini perajin tahu dan tempe sangat terbebani dengan tingginya harga kedelai. Selain itu, akibat melambungnya harga tersebut, kedelai semakin langka ditemukan di pasaran.

Sejak harga kedelai melambung, perajin terpaksa mengerem produksi untuk menstabilkan keuanganya. Terlebih, saat harga kedelai mulai menginjak harga Rp 9.500 per kilogram. Perajin terpaksa menanggalkan keuntungan.

''Sejak harga kedelai mulai naik, biaya produksi kami bertambah. Naiknya dua ribu. Sementara, kita butuh kedelai dua kuintal perhari. Jadi, tambahan produksi dua ratus ribu. Berapa jumlah yang harus ditomboki,'' ujar Joko Jumari.

Imbas kenaikan harga kedelai sangat terasa di Purwogondo menyusul wilayah tersebut merupakan sentra industri tahu. Hampir seluruh warga yang tercatat ada 30 pengrajin induk dan ratusan perajin kecil di wilayah Purwogondo.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement