REPUBLIKA.CO.ID, SUKABUMI -- Penuntasan kasus hukum perdagangan manusia atau trafficking di Kabupaten Sukabumi masih minim. Kondisi ini dinilai akan menghambat proses penanganan dan pencegahan munculnya kasus trafficking.
‘’Kami prihatin karena masih banyak kasus hukum trafficking yang belum tuntas,‘’ ujar Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kabupaten Sukabumi, Elis Nurbaeti, Senin (9/9). Dari data P2TP2A menyebutkan, pada rentang waktu tiga tahun terakhir ini ada 117 kasus trafficking. Namun, dari jumlah tersebut yang sudah keluar vonis atau putusan pengadilan baru dua kasus.
Menurut Elis, fakta ini disebabkan dua permasalahan, yakni kurang seriusnya aparat penegak hukum untuk menindak para pelaku trafficking. Selain itu bisa dikarenakan kondisi sumber daya manusia (SDM ) korban trafficking yang masih rendah atau mengalami trauma setelah pemulangan. Akibatnya, korban tidak bisa mengidentifikasi pelaku perdagangan manusia.
Kata Elis, aspek penindakan terhadap pelaku sangat diperlukan untuk mencegah makin banyaknya kasus trafficking. Hal ini didukung dengan adanya instrument hukum berupa Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Sehingga para pelaku trafficking bisa dihukum dengan seberat-beratnya.
Elis menerangkan, dalam pertemuan dengan dibahas pula masalah dukungan alokasi anggaran untuk penanganan trafficking. Pasalnya, selama ini alokasi anggaran dinilai masih kurang atau jauh dari ideal. Dampaknya, ujar Elis, upaya penanganan perdagangan manusia menjadi terhambat. Dicontohkan dia upaya pemulangan korban trafficking di Malaysia asal Sukabumi belum bisa dipulangkan karena terkendala masalah dana.
Lebih lanjut Elis menambahkan, saat ini jumlah kasus trafficking di Sukabumi menempati posisi ketiga di Jabar setelah Kabupaten Indramayu dan Bandung. Namun, data ini akan dikonfirmasi ulang untuk memastikan keakuratan kepada P2TP2A Provinsi Jabar.