REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU--Sebanyak delapan orang warga Riau yang berasal dari Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Rokan Hilir melakukan gugatan terhadap Presiden Susilo Bambang Yudhoyono karena telah menjadi korban atas ketidakpedulian pemerintah saat ini.
"Warga mengaku telah menjadi korban atas terjadinya perubahan iklim seperti musibah banjir, cuaca ekstrem sehingga mengakibatkan , berkurangnya penghasilan mereka sebagai nelayan," ujar Direktur Lembaga Advokasi dan Bantuan Hukum Pekanbaru, Suryadi, di Pekanbaru, Senin (9/9).
Untuk memuluskan niat itu, lanjutnya, mereka akan mendaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang terletak di Jalan Gajah Mada, Nomor 17, Jakarta Pusat dan delapan warga didampingi Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) dan Indonesia Centre Environmental Law (ICEL).
Kuasa hukum penggugat menilai, pihak tergugat yakni Presiden, Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup dan Gubernur Riau telah melakukan perbuatan melawan hukum berupa menerbitkan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di hutan alam dan lahan gambut.
"Seharusnya areal hutan alam di kawasan hutan bergambut yang berada di hulu sungai dan rawa dengan ketebalan lebih dari tinggi tiga meter, harus tetap dipertahankan karena sesuai peraturan yang berlaku," katanya.
Salah satu kebijakan IUPHHK-HT yang dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan terdapat di salah satu kawasan lahan gambut di Riau yaitu di Semenanjung Kampar.
Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 26 tahun 2008 menyebutkan, hutan gambut yang terdapat dalam wilayah Semenanjung Kampar merupakan kawasan lindung gambut yang dilindungi.
"Presiden ikut bertanggung jawab atas perbuatan dari Menteri Kehutanan dan Menteri Lingkungan Hidup serta Gubernur Riau, yang memberikan izin secara serampangan kepada dunia usaha," jelas Suryadi.
Delapan warga yang melakukan gugatan itu dari Kabupaten Pelalawan yakni Nasir, Zaini Yusuf, Muhammad Yusuf, Luk Priyanto, Amran dan Basir. Sedangkan dua orang lagi dari Kabupaten Rokan Hilir yang bernama Azraid dan Tamidzi.
Muhammad Yusuf, salah seorang pengugat mengatakan, dampak yang dialami berupa banjir minimal setahun sekali, kemudian tidak menentunya musim tanam, lalu sulitnya nelayan mencari ikan hingga meningkatnya hama yang mengurangi hasil produksi pertanian.
"Paling parah kebakaran hutan dan lahan gambut terjadi tiap tahun yang asapnya mengganggu kesehatan, sehingga kami tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-hari terutama dalam memeuhi kebutuhan keluarga," katanya.