REPUBLIKA.CO.ID, SITTWE -- Ribuan pengungsi Muslim Rohingya terancam tewas di pengungsian yang tidak sehat. Mereka juga terancam tewas di atas kapal reyot yang mereka gunakan untuk melarikan diri dari negara tersebut.
"Saya tidak bisa tinggal di kamp, saya harus pergi," ujar Mamuda, seorang Muslim Rohingya dikutip Onislam.net, Selasa (10/9). Dia berada di penampungan yang terbuat dari bambu tipis.
Suaminya meninggal karena luka tembak. Dia berencana melarikan diri dengan perjalanan laut sejauh 1.000 mil ke Malaysia. Mamuda mengatakan polisi menembak suaminya, Nasir setelah dia dan warga Rohingya lain akan pergi ke wilayah bentrokan.
Rohingya menghadapi diskriminasi di negaranya sendiri. Ribuan Muslim Rohingya dipaksa melarikan diri dari rumah mereka setelah kekerasan etnis pecah di wilayah negara bagian barat Rakhine pada Juli lalu. Bentrokan pecah setelah 10 warga Muslim tewas diserang warga Budha di bus.
Pengamat HAM menyatakan Rohingya telah menjadi korban kejahatan komunitas dan pembersihan etnis. Warga Rohingya tinggal di kamp penampungan lebih dari satu tahun dengan tidak ada akses kesehatan, pendidikan atau pekerjaan. Pergerakan mereka dihalangi pasukan bersenjata.
Kondisi itu berbeda dengan kamp untuk warga Buddha. Kamp untuk Rakhine dekat dengan Sittwe, di mana sekolah dan layanan kesehatan tersedia. Pergerakan mereka juga tidak dihalangi.