REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Wamen PAN-RB), Eko Prasojo mengatakan, reformasi birokrasi di Indonesia bergerak lambat menurut deret hitung. Sedangkan keinginan masyarakat terhadap perubahan birokrasi sangat cepat bergerak menurut deret ukur.
"Jika tidak segera dilakukan perubahan sekarang, keinginan perubahan dari masyarakat akan semakin tinggi. Lalu terjadi public distrust karena masyarakat sudah frustasi, akhirnya pemerintah tidak sanggup lagi mengikuti keinginan masyarakat," kata Eko di Jakarta, Selasa (10/9).
Meski gagasan reformasi birokrasi telah digagas Kementerian PAN-RB sejak 2010, diakui Eko, proses implementasinya belum menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Bahkan desain besar dan road map reformasi birokrasi yang disusun, dalam praktiknya tidak menimbulkan percepatan.
Eko menyebut, tidak semua kementerian dan lembaga negara memasukkan program reformasi birokrasi tersebut sebagai program wajib. Implementasi reformasi birokrasi, lanjut Eko, akan lebih akseleratif bila pemimpin mampu menjalankan peran sebagai teladan yang mampu menginspirasi terjadinya perubahan.
Tetapi, untuk melakukan kerja nyata pemimpin juga tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada koalisi besar untuk mendorong percepatan reformasi birokrasi. Sebagus apa pun kebijakan yang dihasilkan pemerintah, DPR, presiden, gubernur dan bupati, menurut Eko jika tidak ada kekuatan birokrasi untuk menjalankannya.
Maka kebijakan tersebut tidak akan pernah berjalan dengan baik. "Birokrasi saat ini sudah jadi penyakit sistem, bukan penyakit individu. Dibutuhkan energi besar dan koalisi bersama untuk mendorongnya, mulai dari pemerintah, media massa, parpol, dan masyarakat sebagai agent of change," ungkapnya.
Indonesia, Eko meneruskan, setidaknya tidak perlu jauh-jauh belajar untuk melakukan reformasi birokrasi. Korea dan Cina, yang tidak jauh dari Indonesia terbukti sukses menjalankan reformasi birokrasi.
"Indonesia masih government 1.0, kalau Korea sudah 3.0. Korea sudah bisa mengandalkan komunikasi antarpemerintahnya melalui perangkat teknologi, kita baru manual," ujar Eko.