REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Israel khawatir pada kekuatan Iran setelah Amerika Serikat menunda serangan ke rezim Presiden Suriah, Bashar al-Assad. Washington menerima usulan Rusia untuk menempuh cara diplomasi yang akan menempatkan senjata kimia Suriah dalam kontrol internasional.
Banyak ahli Israel mengatakan kesepakatan yang ditawarkan Rusia akan mempengaruhi kredibilitas ancaman militer Amerika Serikat, terutama terhadap Iran. Israel pesimistis Presiden Suriah Assad akan memenuhi janjinya menyerahkan dan menghancurkan persediaan senjata kimianya.
Analis khawatir Assad, Iran, milisi Lebanon Hizbullah akan bertambah kuat. "Ketika Iran melihat ini, mereka tidak takut ancaman militer," ujar anggota parlemen Israel, Tzachi Hanegbi dilansir NYTimes, Kamis (12/9).
Mantan Duta Besar Israel untuk PBB, Dan Gillerman mengatakan pesan yang tersampaikan kepada Iran akan menyatakan sekutu AS tidak bisa bergantung pada militer AS. "Bahwa musuh bisa melakukan apapun yang mereka mau dan tidak akan ada apa-apa dengan mereka," ujarnya.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menyatakan perhatian utama negaranya adalah ancaman terbesar yakni potensi Iran membuat bom nuklir. "Dunia harus memastikan siapa saja yang menggunakan senjata pemusnah massal akan membayar harga yang tinggi untuk itu," ujar Netanyahu.
Israel kecewa dengan ketidaktegasan Obama dalam hubungan Suriah dengan Hizbullah. Namun, ada juga kekhawatiran baik Suriah dan Iran mendapatkan sistem senjata canggih dari Rusia sebagai bagian dari kesepakatan mereka.