REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepolisian meminta masyarakat tidak keliru mengasumsi rentetan penembakan yang terjadi kepada polisi belakangan ini. Menurut Polri, isu di masyarakat yang memandang rentetan penembakan ini sebagai perbuatan terorisme laik diluruskan.
Kadiv Humas Polri, Irjen Ronny F Sompie, mengatakan selama ini polisi hanya memberikan keterangan dari perkembangan penyelidikan yang ada. Sejauh ini, Polri belum dapat memberikan kesimpulan berkaitan kasus penembakan ini. "Apakah jaringan teroris atau bukan tentu perlu penyelidikan mendalam. Sampai saat ini fokus kami adalah pembunuhan berencana," katanya, di Jakarta, Kamis (12/9).
Ronny menjelaskan, alasan polisi memandang kasus ini sebagai pembunuhan berencana dilihat dari modus operandi pelaku. Misalnya dari kasus terakhir, katanya, pelaku sudah berniat menghabisi nyawa anggota polisi Aipda Anumerta Sukardi. Hal itu menurutnya terlihat dari upaya pelaku yang tiba-tiba menyalip korban dan langsung melepaskan tembakan.
Jika tidak direncanakan, lanjutnya, para pelaku tidak akan melakukan langkah tersebut. Terlebih dalam penembakan ini tak ada tindakan lain yang dilakukan pelaku selain menghabisi nyawa Sukardi. Senjata korban dibawa oleh pelaku. Namun dari fakta yang ada di lapangan, mereka sama sekali tidak menyentuh barang muatan dari enam kontainer yang dikawal oleh Sukardi. "Inilah yang kami lihat, apakah nanti berkaitan dengan tindakan terorisme tentu harus didalami dahulu," katanya.
Sebelumnya, Selasa (10/9) tengah malam Sukardi tewas ditembak oleh orang tak dikenal di ruas Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, saat tengah mengawal enam truk bermuatan baja. Penembakan di depan Gedung KPK itu diduga dilakukan oleh empat orang yang mengendarai dua motor.
Peristiwa penembakan ini menjadi bagian dari rentetan pembunuhan kepada anggota Polri di jalanan belakangan ini. Isu kuat berhembus, dalang dari tragedi-tragedi ini adalah kelompok teroris. Anggapan ini bertolak dari tujuan jaringan teroris Indonesia yang memang sudah mengikrarkan perang terbuka dengan kepolisian.